Sempat Kesulitan, Kini Pasok Supermarket di Jakarta
Bila hanya kenal olahan labu menjadi isi kolak, ada baiknya berkunjung ke Rumah Labu. Sebab, di tempat tersebut labu bisa dijadikan kreasi masakan beraneka ragam.
BILA ingin menggambarkan suasana yang ada di belakang Rumah Labu, kemungkinan hanya satu kata yang pas. Nyaman.
Duduk di bale. Tubuh diterpa angin sepoi-sepoi. Sementara itu, mata mendapat santapan menarik, memandang hamparan ladang labu yang mulai ditanam dan baru disiram air. Semakin segar suasana di sekitar rumah tersebut.
Itulah gambaran Rumah Labu di Desa Nambaan, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Di Rumah Labu milik Vita Wahyu Ratih itu juga ada aneka buah labu sekaligus kreasi olahannya.
Perempuan itu berusia 27 tahun. Namun, dia sudah terbilang berhasil dalam mengelola kebunkebunnya. Lahan yang awalnya mangkrak menjadi kebun labu yang menguntungkan.
Bagaimana tidak menguntungkan. Kini dia menjadi pemasok beberapa supermarket di Jakarta dan Jawa Barat. Itu semua karena buah labu tersebut.
’’Alhamdulillah, per bulan kami dipatok kirim sekitar lima ton. Selain kami produksi buahnya, ada olahannya yang dibuat sendiri. Buah dan olahannya juga kami pasarkan sendiri,’’ terang perempuan kelahiran 4 Oktober 1990 itu.
Menurut perempuan yang kini menempuh studi S-2 agribisnis di Universitas Islam Kadiri (Uniska) itu, dirinya mengawali segalanya secara kebetulan. Baik itu Rumah Labu maupun perkebunannya.
Usahanya bermula setahun lalu. Tepatnya pada November.
Saat itu ada petugas penyuluh lapangan (PPL) dari dinas pertanian dan perkebunan (dispertabun) datang di desanya. Mereka memperkenalkan buah labu.
’’Kami mendapat sosialisasi buah labu ini. Tapi, sayangnya, banyak yang tidak tertarik karena warga tidak tahu pemasarannya ke mana,’’ kenangnya.
Bila yang lain bingung, tidak demikian halnya dengan Vita. Dia tertarik menanam labu.
Akhirnya, di antara warga satu desa, hanya dia yang menanam labu. Dimulai menanam labu di pekarangannya yang kosong.
Awalnya Vita juga tidak tahu akan menjual hasil panen labunya itu ke mana. Namun, dia tetap optimistis labunya pasti bakal laku. Walaupun, banyak tetangga yang mencibir. Mereka yakin Vita akan kesulitan memasarkan buah labu bila panen.
’’Hingga akhirnya saya semakin yakin saat tahu dari internet bahwa harga labu lumayan tinggi. Juga banyak peminatnya dari Jawa Barat,’’ terang perempuan yang setiap hari bekerja sebagai staf IT di Pemerintah Desa Nambaan itu.
Awal labunya berbuah, Vita mengaku masih blank. Tidak tahu akan dia jual ke mana. Hingga akhirnya dia mencoba mem- posting foto labunya. Dijual melalui akun Facebook.
Ternyata posting- an itu dibalas oleh supplier labu asal Kota Kediri. Mereka memasok labu ke Hypermart Kediri. Mulai saat itulah dia memasok labu ke Hypermart.
’’Mulai saat itulah keuntungan saya dapat. Warga sekitar pun mulai tertarik dan saat ini mulai menanam labu. Juga para tetangga saya,’’ terangnya.
Kini produknya dikenal oleh supplier dari Jawa Barat. Mereka itu pemasok buah-buahan untuk 25 supermarket di Jakarta. Karena banyak permintaan, per bulan dia harus kirim 5 ton. Dia pun terpaksa tidak lagi memasok ke supplier Kediri.
Kuota 5 ton per bulan tidak mampu dipenuhi oleh lahannya yang berukuran 15 x 50 meter dan 14 x 30 meter. Vita mulai hunting labu di daerah Ngancar dan Mojo.
Dengan harga per kilogramnya kini sekitar Rp 12 ribu, bisa dibayangkan omzet Vita per bulan yang harus menstok 5 ton labu ke Jawa Barat. Kadang Vita juga mengambil labu dari Ponorogo.
Dua bulan lalu Vita mengembangkan Rumah Labu. Selain untuk menikmati enaknya buah labu secara langsung, pengunjung bisa menikmati berbagai olahan labu hasil karyanya. (*/fud/c4/diq)