Tetap Jalan meski tanpa Kepastian
Keseriusan Indonesia dalam persiapan menuju Asian Games (AG) 2018 mendapat ujian berat. Satlak Prima yang sebelumnya menjadi pemangku kebijakan pelatnas akhirnya dibubarkan. Dalam proses transisi kali ini, PB cabor tengah kesulitan.
LATIHAN angkat besi berlangsung dalam situasi yang kondusif. Tempat baru di markas Pasukan Marinir 2 di Jalan Kwini II, Jakarta Pusat, turut memberikan suasana nyaman bagi para lifter. Sangat berbeda dengan suasana yang dirasakan para lifter saat menjalani pelatnas menuju SEA Games 2017. Sebelumnya, pelatnas angkat besi terpisah. Sebagian lifter berlatih di Bandung, beberapa lagi, terutama lifter putri, berlatih di Bekasi. Meski jauh lebih nyaman, pelatnas angkat besi berlangsung ala kadarnya. Terutama di tengah proses transisi dari Satlak Prima. Artinya, program yang ada saat ini hanya berlangsung dengan penyesuaian dari program bersama antara Satlak Prima dan cabor sebelumnya. Untuk rencana tryout dan training camp, sampai saat ini belum ada garansi direalisasikan. Bahkan, pelatnas angkat besi sudah putus asa untuk bisa tampil di World Weightlifting Championships 2017 yang dijadwalkan berlangsung di Anaheim, Amerika Serikat (AS), mulai 28 November mendatang. Situasi itu terjadi setelah tidak ada kepastian anggaran plus persiapan yang dijalani para lifter tanah air cukup minim. Salah satu lifter andalan Indonesia, Eko Yuli Irawan, mengatakan, seharusnya sudah ada persiapan administrasi bila mereka dipastikan berangkat ke AS. Eko mengatakan, secara realistis memang persiapan dirinya kurang. Tetapi, dengan pengalaman yang dia miliki, seharusnya tidak ada persoalan untuk mengejar kekurangan fisik tersebut. ”Kecewa iya, ambil hikmahnya saja, masih ada kejurnas di Riau,” urai lifter yang membela Jawa Timur di PON XI/2016 itu. Situasi tersebut jelas merugikan lifter. Sebab, tidak semua atlet pelatnas baru menjalani latihan intensif di Jakarta. Tiga lifter putri di bawah asuhan Mg Supeni, misalnya. Yakni Sri Wahyuni Agustiani, Syarah Anggraini, dan Acchedya Jagaddita.
Mereka selama ini rutin berlatih di Bekasi, meski pelatnas belum berlangsung. Apalagi, sebelumnya mereka mendapat garansi untuk diberangkatkan menuju kejuaraan dunia. Namun, mereka kehilangan kesempatan yang sudah lama dinanti itu. ”Jadi, fokus yang lain saja, tetap semangat,” urai Supeni.
Kejurnas di Riau akan menjadi pelampiasan lifter pelatnas untuk membuktikan diri bahwa mereka memang layak di skuad pelatnas menuju Asian Games 2018. Di tempat yang sama, I Ketut Ariana, lifter asal Bali, bakal all-out di kejurnas nanti. ”Waktu yang ada ini akan saya maksimalkan. Saya nggak mau malu,” urainya.
Lain angkat besi, lain pula karate. Cabor itu lebih beruntung. Cabor yang kini menjalani pelatnas di Belezza Permata Hijau, Jakarta, tersebut tengah bersiap menuju seri kejuaraan karate dunia di Okinawa, Jepang, pada 25–28 November mendatang. Di tengah ketidakjelasan keberangkatan mereka, pelatih karate Indonesia Philip King tetap berupaya keras bisa menerbangkan enam karateka ke Jepang.
”Sebab, ini penting bagi kami agar karateka bisa tetap merasakan kompetisi level dunia,” terang King saat ditemui belum lama ini. Di antara 16 karateka di pelatnas, hanya 6 karateka yang kini masuk peringkat WKF (Federasi Karate Dunia). Salah satunya adalah Sisilia Ora. Karateka asal Jatim itu memang menjadi tumpuan Indonesia di nomor kata perorangan putri. Termasuk di SEA Games 2017 Kuala Lumpur sebelumnya.
Sayang, saat itu dia kalah oleh karateka tuan rumah Celine Lee Xin Yi. Sebagaimana diketahui, nomor kata memang melibatkan unsur subjektif. Artinya, penilaian wasit dan juri cukup krusial untuk kemenangan karateka. ”Sekaligus supaya wasit dunia juga tahu. Kalau nggak ikut kompetisi kayak gini, nggak akan dikenal,” terangnya. Saat ini Sisilia berada di posisi ke10 WKF untuk nomor kata perorangan putri. (nap/c11/ady)