Kedapatan Bawa HP, Siswa Ditampar Guru
SURABAYA – Kekerasan guru terhadap murid kembali terjadi. Kemarin (15/11) Arifin dan putrinya, AR, 14, mengadu ke DPRD Surabaya. Arifin kecewa putri keduanya itu ditampar oleh gurunya lantaran kedapatan membawa handphone (HP) ke sekolah.
Siswi SMPN 55 Surabaya tersebut berjalan tertatih-tatih saat naik tangga di kantor DPRD. Kaki kanannya bersepatu. Kaki kirinya mengenakan sandal jepit. Luka di pergelangan kakinya tersebut terlihat sudah mengering. Tetapi, sakitnya masih terasa.
Karena kakinya belum sembuh, siswi kelas VIII-A itu membawa HP ke sekolah untuk berjaga-jaga. Jika tidak kuat, dia minta ayahnya menjemput. Saat jam istirahat, dia menelepon ayahnya, Arifin. Ayahnya diminta datang pukul 11.00 dan menunggu di kantor guru
Saat datang menjemput, Arifin sempat curiga karena anaknya tidak kunjung muncul.
Di kelas seorang guru perempuan ternyata menghampiri AR. AR ditanyai cara menghubungi ayahnya. Sebab, ada aturan bahwa murid dilarang membawa HP. AR tidak berani mengaku. Sebab, jika AR ketahuan, HP-nya bisa disita. Namun, guru tersebut tidak lantas percaya. Setelah tas digeledah, AR tidak bisa berkelit lagi. Terdapat smartphone Android dengan merek Xiaomi yang dia gunakan untuk menelepon ayahnya.
Karena merasa dibohongi, guru IPA dengan inisial NNK itu pun marah. Karena berbohong, mulut AR lantas ditampar oleh guru tersebut.
Setelah lama menunggu, Arifin pun mencari keberadaan anaknya. Saat bertemu, AR menceritakan kejadian yang menimpanya. Arifin pun marah. Ayah mana yang tidak marah ketika putrinya ditampar? Apalagi oleh seorang pendidik. Terjadilah cekcok.
Dari sekolah, Arifin langsung mengadu ke DPRD Surabaya. Menurut dia, seharusnya tidak ada lagi kekerasan terhadap anak didik. Apalagi di Surabaya yang dia anggap sudah sangat maju. Ada yang menganjurkan agar anaknya divisum untuk diperiksa lebih lanjut. Namun, Arifin tidak ingin menempuh jalur itu. ”Saya enggak mau masalah ini diperpanjang. Saya cuma mengadu ke dewan agar murid-murid di sana tidak tertekan seperti ini,” ungkap pria yang bekerja sebagai montir tersebut.
Putrinya juga pernah ditendang oleh guru yang sama. Persoalannya sepele. Di sepatu putrinya ada aksen putih. Padahal, aturan di sekolah mewajibkan semua murid memakai sepatu serbahitam. Menurut pengakuan AR, NNK dikenal disiplin. Sejumlah temannya juga pernah mendapat kekerasan secara fisik. NNK pun ditakuti oleh para murid.
Arifin mengakui kesalahan anaknya. Namun, dia kecewa atas perlakuan guru tersebut. Dia berharap pihak sekolah memberikan arahan agar hal serupa tidak terjadi. ”Saya akui anak saya salah. Tapi, apa benar harus dihukum tampar,” ucap ayah empat anak tersebut.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Jawa Pos, Waka Sarpras SMPN 55 Aan Herbawono membenarkan bahwa NNK merupakan salah seorang guru IPA di sekolah tersebut. Namun, dia tidak mengetahui banyak soal kronologi kejadian yang berujung penamparan siswa oleh rekan kerjanya, NNK.
Saat ditanya penyelesaian kasus itu, Aan mengungkapkan belum bisa memberikan jawaban. Sebab, saat ini sudah ada tiga guru SMPN 55 yang sedang menyelesaikan permasalahan tersebut. NNK termasuk tiga guru itu. ”Mereka saat ini (kemarin, Red) sedang keluar. Tidak tahu tadi ke mana. Mau ke DPRD atau Dispendik Surabaya,” tuturnya.
Meski begitu, Aan sempat berkomentar soal berita mengenai kasus penamparan yang dilakukan NNK. Menurut dia, berita itu tidak benar. Sebab, NNK seolah-olah merupakan guru yang kejam dan main pukul pada siswa. ”Tidak mungkin sampai memukul berkali-kali. Kemudian menendang anak didiknya. Berita itu tidak benar,” jelasnya.
NNK selama ini memang dikenal sebagai guru yang disiplin. Sebab, NNK merupakan Waka Kesiswaan di SMPN 55. Dengan demikian, tugas mendisiplinkan tersebut memang menjadi kewenangannya.
Sementara itu, Marbudiono, wali kelas VIII-A, juga menyangkal bahwa NNK melakukan perbuatan setega itu dengan anak didiknya. NNK memang terkenal disiplin, tetapi bukan berarti suka main pukul pada siswa. (sal/elo/c20/git)