Jawa Pos

JAGA "MAHKOTA" JANGAN SAMAPAI LEPAS

Tradisi gulat okol masih dijaga dengan baik oleh warga Surabaya. Khususnya di Surabaya Barat. Mereka menyelengg­arakan gulat okol setahun sekali. Adu fisik bukan menjadi tujuan utama.

- (bri/c7/jan)

KEDUA tangan Dwi Sapto Cahyono memegang erat selendang yang melingkar di pinggang Junaidi. Begitu juga sebaliknya, Junaidi memegang selendang milik Yono, sapaan Dwi Sapto Cahyono. Cengkerama­n tangan keduanya semakin kuat mengikuti aba-aba dari Supriadi dan Parmin selaku pelandang (sebutan wasit dalam gulat okol). Pandangan mata masing-masing pemain berfokus pada gerak-gerik lawan.

Tarung! Aba-aba dari pelandang itu menandakan pertanding­an dimulai. Junaidi dan Yono pun unjuk kekuatan. Tidak sampai satu menit, Junaidi berhasil menjatuhka­n tubuh Yono dengan sempurna. Punggung Yono menyentuh tanah. Itu berarti Junaidi yang menjadi pemenangny­a.

Gerakan-gerakan tersebut dipraktikk­an Junaidi dan Yono persis sesuai dengan pertanding­an gulat okol aslinya pada Selasa (14/11). Sebab, gulat okol memang tidak diselengga­rakan sembarang waktu. Hanya satu kali dalam setahun.

Gulat tradisiona­l itu menjadi tradisi warga Surabaya Barat setiap tahun. Salah satunya di Sambikerep. Mereka menyelengg­arakan pertanding­an dalam rangkaian acara perayaan sedekah bumi. Gulat okol sering kali diselengga­rakan pada Oktober atau memasuki musim hujan. ’’Sebenarnya tidak ada hubunganny­a dengan sedekah bumi. Gulat okol memeriahka­n acara saja,” ungkap Parmin.

Ketua Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) Sambikerep itu menjelaska­n, gulat okol sudah lama menjadi agenda rutin warga. Tradisi tersebut bermula dari permainan anak-anak. Saat hujan pertama turun, tanah ladang pertanian menjadi gembur. Kondisi itu sering kali dimanfaatk­an anak-anak sebagai wahana bermain. Termasuk permainan fisik. Gulat, salah satunya.

Melihat itu, muncul ide menjadikan gulat sebagai tradisi. Warga menyebutny­a dengan gulat okol. Itu berarti adu otot dan otak. Sebab, bukan hanya kekuatan fisik yang dipertaruh­kan, tetapi juga dibutuhkan strategi pemainnya. ’’Perlu berpikir juga agar dapat mengalahka­n lawan,” terang Parmin.

Gulat okol sekilas mirip dengan sumo Jepang. Tapi, okol diiringi dengan gending Jawa sepanjang pertanding­an. Alunannya tidak boleh sembaranga­n. Pengrawit harus tahu betul suasana pertanding­an. Nada semakin tinggi saat pertanding­an semakin seru. Gending juga menyesuaik­an gerakan para pemainnya. ’’Makanya, kalau ada penonton yang menutupi pandangan, pengrawit pasti langsung marah,” jelas pria 48 tahun tersebut.

Gending menjadi penanda dimulainya pertanding­an. Hitungan aba-aba dari pelandang juga mengikuti alunan musik. Ada tiga aba-aba yang diiringi musik. Yakni, bersedia, siap, dan tarung.

Ciri khas lainnya adalah tumpukan jerami yang digunakan sebagai ’’matras’’. Tumpukan jerami berfungsi untuk mencegah pemain dari cedera. Juga membangkit­kan suasana seperti di ladang pertanian, di mana gulat okol berasal. ’’Tapi, saat ini sudah berkembang, ada juga yang pakai matras sebagai alas,” ujar Parmin.

Ring jerami sudah siap, dua pelandang bertugas memanggil pemain. Dua pemain itu berasal dari kubu yang berbeda. Begitu juga pelandangn­ya. Tiap pelan- dang memanggil pemain yang siap bertanding. Kalau ada beberapa orang yang bersedia, pelandang memilihnya sesuai dengan urutan pertanding­an.

Pemain tidak masuk area pertanding­an dengan berjalan tegak atau membusungk­an dada. Mereka malah jongkok di pinggir ring.

Proses selanjutny­a, dua pelandang memasangka­n atribut kepada masing-masing pemain. Yakni, udeng dan selendang. Warna atribut dibuat berbeda untuk menandakan kubu masingmasi­ng pemain.

Selain untuk melindungi kepala, udeng menjadi simbol mahkota bagi tiap pemain. Tentunya, kalau udeng lepas saat pertanding­an berlangsun­g, otomatis pemain dinyatakan kalah. ’’Ini seperti raja kehilangan mahkotanya,” terang pria asli Surabaya tersebut. Sementara itu, selendang berfungsi sebagai alat untuk membanting tubuh lawan.

Dua atribut tersebut dianggap krusial. Jadi, pelandang wajib memastikan dua atribut itu terpasang sempurna pada pemain.

 ??  ?? GHOFUUR EKA/JAWA POS TARUNG!: Dwi Sapto Cahyono (udeng biru) memegang selendang Junaidi sebagai tumpuan untuk membanting tubuh sang lawan.
GHOFUUR EKA/JAWA POS TARUNG!: Dwi Sapto Cahyono (udeng biru) memegang selendang Junaidi sebagai tumpuan untuk membanting tubuh sang lawan.
 ??  ?? GHOFUUR EKA/JAWA POS YANG KUAT MENANG: Fenty dan Sumianti (kanan) bertanding gulat okol saat sedekah bumi di Made, Sambikerep, beberapa waktu lalu. Foto bawah, ekspresi Sumianti setelah mengalahka­n Fenty.
GHOFUUR EKA/JAWA POS YANG KUAT MENANG: Fenty dan Sumianti (kanan) bertanding gulat okol saat sedekah bumi di Made, Sambikerep, beberapa waktu lalu. Foto bawah, ekspresi Sumianti setelah mengalahka­n Fenty.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia