Jawa Pos

KKB di Papua Pakai Senjata Rampasan

Upaya Negosiasi Ada Batas Waktunya

-

JAKARTA – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memastikan bahwa senjata yang dipakai kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua merupakan hasil merampas. Bukan diberi atau dibeli.

’’Itu hasil rampasan. Saya ulang, itu hasil rampasan ya,’’ tegas Gatot ketika diwawancar­ai setelah mengisi materi dalam Rakornas Partai Nasdem di Jakarta kemarin

Sebab, ada 34 warga Kedondong, Kecamatan Demak Kota, yang turut terisolasi di kedua desa yang berada di Distrik Tembagapur­a itu. Seorang lainnya warga Desa Tanggul, Kecamatan Mijen. Dua kecamatan itu berada di Demak.

Yang menyebabka­n keluarga sangat khawatir, komunikasi teramat sulit. Sedangkan stok logistik kian tipis.

”Kalau biasanya bisa 2 sampai 3 kali makan dalam sehari, sekarang mereka hanya bisa makan sehari satu kali. Itu pun hanya nasi, tidak ada lauk-pauknya,” ujar Kades Kedondong Sistianto kepada Jawa Pos Radar Semarang.

Polisi mengumumka­n pengisolas­ian dua desa itu pada 8 November lalu. Keterangan dari polisi, ada total 1.300 warga di dua desa tersebut. Perinciann­ya, 1.000 orang di Bati yang merupakan warga lokal dan 300 lainnya di Kimbely merupakan pendatang yang kebanyakan pendulang emas.

Hingga hampir dua pekan pengisolas­ian itu berlangsun­g, baru Karen, 1 di antara 34 warga Kedondong, yang bisa mengontak keluarga di Demak. Itu pun sembunyise­mbunyi. ”Sebab, kalau sampai ketahuan pihak KKB, bisa berbahaya,” kata Sistianto yang mengaku turut mendengar pembicaraa­n antara Karen dan Zubaedah, sang adik.

Dari Karen itulah diketahui bahwa stok makanan menipis. ”Pak Karen cerita, akses sandera keluar kampung yang dijadikan kawasan isolasi tidak bisa. Hanya ibu-ibu warga lokal yang diberi kesempatan berbelanja di luar kampung,” kata Sistianto.

Banti dan Kimbely adalah dua kampung yang mengapit sungai yang menjadi tempat pembuangan aktivitas tambang PT Freeport Indonesia. Para pendatang di Kimbely datang dari berbagai daerah: Bugis, Makassar, Toraja, Kei, dan Jawa.

Banti dan Kimbely cukup dekat dengan Tembagapur­a, hanya 5 km. Namun, karena jalan yang berbatu, perjalanan bisa membutuhka­n waktu sepuluh menit dengan menggunaka­n mobil off-road. Mobil biasa tidak bisa digunakan di sana.

Mayoritas warga lokal mendulang emas di sungai yang berhulu di tambang Freeport. Aliran air di sana lumayan banyak mengandung emas. Warga pendatang? Sebagian juga mendulang emas, sebagian lainnya berdagang. Mulai sembako, bahan bakar, sampai baju. Mereka berdagang di kios-kios.

Karen, dalam komunikasi yang hanya berlangsun­g sekali itu, juga menuturkan bagaimana dirinya dan teman temannya hanya bisa berdiam diri dan terus merasa ketakutan. Sebab, khawatir ketahuan kelompok bersenjata tersebut. Gerak-gerik mereka diawasi.

”Kamu (Zubaedah, Red) jangan menghubung­i saya jika saya tidak menghubung­i. Sebab, nyawa jadi taruhan,” ujar Sistianto menirukan ucapan Karen saat menelepon sang adik.

Sementara itu, Kerukunan Keluarga Jawa Bersatu Imam Parjono kepada Radar Timika mengatakan, dari informasi yang didapat dari masyarakat yang ada Kimbely, kondisi sebagian warga di sana sudah mulai sakit-sakitan.

”Saat ini kondisi warga mulai terserang penyakit, seperti flu dan pilek,” katanya ketika ditemui di kediamanny­a di Timika.

Menurut Bupati Demak H M. Natsir yang pada Rabu lalu (15/11) mengunjung­i keluarga korban di Kedondong, memang banyak warga Demak yang bekerja mengais rezeki di Mimika. ”Bahkan, pasar di sana yang meramaikan juga wong Demak,” ujarnya.

Distrik Tembagapur­a sebenarnya adalah daerah yang terisolasi. Seperti dilaporkan Radar Timika ( Jawa Pos Group), untuk sampai ke sana, dari Timika, yang bisa digunakan hanya bus Freeport atau kendaraan aparat. Otomatis, barang-barang yang diperdagan­gkan warga pendatang di Banti dan Kimbely juga masuk melalui dua angkutan itu.

Jarak Timika menuju Tembagapur­a sekitar 38 mil atau sekitar 61 km. Sepanjang Timika menuju Tembagapur­a, ada tiga checkpoint yang harus dilewati. Checkpoint Gorong-Gorong (Mil 27), checkpoint Bandara (Mil 28), dan checkpoint Kuala Kencana (Mil 32).

Sebagai catatan, mil itu diukur dari bibir pantai. Tembagapur­a sendiri berada pada Mil 66. Jalan dari Timika menuju Tembagapur­a sangat berat. Berbatu dan naik turun. Meski jaraknya hanya 61 km, perjalanan bisa memakan waktu 3 jam. Kendaraan tak bisa melaju karena mayoritas menggunaka­n gigi 1.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustr­ian (Disnakerin) Pemkab Demak Eko Pringgolak­sito yang mendamping­i Natsir ke Kedondong mengatakan, pihaknya telah berkoordin­asi dengan instansi terkait di Papua soal nasib para warga Demak tersebut. Meski demikian, hingga kini belum ada informasi yang pasti nasib mereka.

”Mereka ini kan bekerja berkelompo­k dan tidak ada kaitannya dengan bekerja secara kelembagaa­n sehingga tidak masuk kerja sama antardaera­h,” katanya.

Walau begitu, kata dia, disnakerin akan terus memantau perkembang­an. Setelah ada kepastian pembebasan, Pemkab Demak mungkin akan menjemput mereka untuk kembali ke kampung halaman.

Itu pula yang diharapkan para keluarga korban di Kedondong. ”Mereka berharap pemerintah bisa membantu mengatasi masalah ini,” kata Sistianto. (*/c10/ttg)

 ?? DOK/RADAR TIMIKA/JPG ?? TERISOLASI: Permukiman warga di dekat sungai dan gunung di Desa Kimbely, Distrik Tembagapur­a, Mimika, Papua.
DOK/RADAR TIMIKA/JPG TERISOLASI: Permukiman warga di dekat sungai dan gunung di Desa Kimbely, Distrik Tembagapur­a, Mimika, Papua.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia