RI Redam Konflik Laut China Selatan
Mulai Dialog di KTT ASEAN
JAKARTA – Laut China Selatan punya potensi yang begitu besar. Perairan yang menghubungkan Tiongkok, Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Indonesia itu menjadi jalur perekonomian Asia dengan Amerika, Eropa, serta Afrika. Setiap tahun barang-barang senilai USD 5 triliun melintasi perairan tersebut.
Selain itu, ada potensi sumber daya alam yang tidak kalah besar. Laut China Selatan, kabarnya, menyimpan 11 miliar barel minyak dan 190 triliun kubik gas alam. Tidak heran jika kemudian Laut China Selatan menjadi rebutan. Aksi klaim pun kerap terjadi. Belakangan, Tiongkok terlihat lebih agresif.
Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir mengakui bahwa kawasan tersebut tidak hanya punya potensi secara ekonomi. Untuk urusan konflik pun, kawasan tersebut juga sangat potensial. ’’Indonesia percaya, isu Laut China Selatan harus dikelola dengan cara damai dan kooperatif dengan para pihak yang terlibat demi mitigasi tensi,’’ katanya saat menyampaikan pida
th to pembuka The 27 Workshop on Managing Potential Conflicts in the South China Sea kemarin (16/11).
Fachir menyatakan, Indonesia secara aktif mengelola isu Laut China Selatan dalam berbagai kesempatan. Termasuk KTT ASEAN yang berlangsung di Manila belum lama ini. Dalam forum tersebut, ASEAN dan Tiongkok sudah bersepakat memulai dialog Code of Conduct on South China Sea (CoC-SCS).
Menurut Fachir, CoC itu menjadi sangat penting agar potensi konflik yang mungkin terjadi bisa dikelola dengan baik. ’’Kita sudah menampilkan zero draft. Isinya beberapa hal yang mungkin bisa disepakati para pihak. Untuk target kapan selesai, agak susah. Tapi, harapan kita, lebih cepat lebih bagus.”
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kemenlu Siswo Pramono menambahkan, tahap CoC-SCS sekarang sudah sampai pada kerangka rancangan. ’’Kalau dulu kan cuma ada garis besar. Sekarang kita tinggal isi aja kerangka rancangan tersebut,’’ ucapnya.
Siswo mengakui, pembahasan mengenai hal tersebut masih menemui banyak kendala. Menurut dia, masing-masing negara yang bersengketa di Laut China Selatan punya kepentingan nasional masing-masing dan berbeda satu sama lainnya. Namun, tidak berarti hal tersebut menghentikan upaya semua pihak yang terlibat untuk memitigasi pontensi konflik. ’’Semua bisa dinegosiasikan dan dibicarakan secara politik,’’ kata Siswo.
Selain melalui CoC, jelas Fachir, berbagai upaya pun dilakukan negara-negara di kawasan Laut China Selatan untuk mengelola potensi konflik. Menurut dia, saat ini negara-negara tersebut, termasuk Indonesia, menjajaki berbagai proyek kerja sama. Tahun ini sudah ada delapan proyek yang disepakati.
’’Ini merupakan upaya untuk menjadikan kawasan Laut China Selatan sebagai kawasan damai, stabil, dan memberikan manfaat secara ekonomis,’’ jelas Fachir. (and/c5/oki)
Indonesia percaya, isu Laut China Selatan harus dikelola dengan cara damai dan kooperatif dengan para pihak yang terlibat demi mitigasi tensi.” A.M. Fachir Wakil Menteri Luar Negeri