Jawa Pos

Truk Berat Lipat Aspal

Belum Ada Solusi Kendaraan Overtonase

-

SURABAYA Marakanya truk overtonase (kelebihan beban) mengakibat­kan kondisi jalan di beberapa titik bergelomba­ng. Kondisi tersebut tentu membuat laju kendaraan yang memiliki roda kecil sulit dikendalik­an

Jika berjalan ke arah Surabaya tengah, pejalan kaki bakal melewati bangunan Museum Bank Indonesia, Rumah Sakit Darmo, dan bangunan eks Konsulat Jenderal Amerika Serikat. Bangunan tua yang ikonik itu bisa jadi latar belakang untuk berfoto.

Trotoar yang cukup asyik juga terdapat di kawasan Basuki Rahmat. Pemandanga­nnya beda. Geliat kemajuan Kota Surabaya tergambar di situ. Gedung-gedung perkantora­n terasa kukuh menyangga langit.

Di timur, pembanguna­n trotoar pun mulai dilakukan. Khususnya di ruas Jalan Kertajaya. Nyaris sama dengan trotoar di tengah kota, trotoar di Jalan Kertajaya itu dibuat selebar 1,5 hingga 2 meter. Namun, bila dibandingk­an dengan kawasan tengah, trotoar di tempat itu memang tidak begitu ramai dilewati pejalan kaki.

Misalnya, yang terlihat di trotoar selepas perempatan KONI. Karena daerah tersebut didominasi rumah, trotoar pun nyaris nihil pejalan. Malah, biasanya trotoar digunakan sebagai tempat parkir dadakan. Utamanya di depan bangunan kantor atau tempat usaha yang berlahan parkir terbatas.

Di kawasan timur pun, pembanguna­n trotoar belum rampung. Masih ada pekerjaan pembanguna­n trotoar dan drainase di salah satu pertigaan. Jika sudah selesai, tentu daerah itu akan terlihat semakin rapi.

Yang berbeda ada di kawasan barat. Misalnya, mulai persimpang­an Banyuurip. Dari pangkal jalan saja, trotoar sudah tampak sumpek. Bukan sumpek karena banyak orang lewat. Trotoar malah didominasi parkiran motor dan warung. Ada pula yang seenaknya menumpuk gunungan pasir bahan bangunan di trotoar itu. Pejalan kaki harus naik-turun trotoar jika mau berjalan di sana.

*** Jalur pejalan kaki, khususnya di kawasan tengah, sudah mulai oke. Tak heran, pendatang yang ada di Surabaya pun ikut menikmati fasilitas kota tersebut. Bahkan, mereka tidak segan berjalan saat terik maupun ketika hari sudah mulai gelap. Semua aman.

Mislanya, yang dirasakan Gert Antonio Tobing, 17. Jumat malam (10/11) pemuda jangkung itu tampak berjalan sedikit terburubur­u di sekitar Jalan Darmo. Dia berjalan seorang diri.

Ketika ditanya, Gert mengaku tidak masalah jalan kaki sendirian meski sudah malam. Kebetulan, siswa SMAK Santa Maria tersebut baru pulang dari kegiatan gereja malam itu. ”Kalau jalannya masih ramai begini, amanaman saja. Kecuali kalau sudah masuk ke jalan yang sepi, baru saya waspada,” ujar Gert.

Selama tinggal di Surabaya, Gert memang selalu berjalan kaki atau naik kendaraan umum jika mau bepergian. Dia tidak punya motor. Dalam sehari, biasanya dia berjalan 3 kilometer. Jarak itu sama dengan pergi pulang sekolah ditambah mampir ke tempat lain. ”Paling jauh pernah jalan kaki dari sekolah sampai dekat Wonokromo,” ujarnya.

Pemuda yang dibesarkan di Jakarta itu mengaku melihat sedikit perbedaan jalur pedestrian di Jakarta dengan Surabaya. Menurut dia, trotoar di Surabaya cukup nyaman untuk jalan kaki. Tidak terlalu ramai atau terlalu sepi.

”Kalau di Jakarta, semua tempat juga ramai,” tuturnya. Termasuk trotoar. Tidak hanya berisi pejalan kaki, tetapi juga motor parkir atau tempat jualan pedagang kaki lima. Namun, menurut Gert, minat untuk berjalan kaki di Jakarta lebih besar. Lebih banyak warga yang terlihat lalu lalang berjalan di atas trotoar.

Hal itu sedikit banyak dipengaruh­i sistem transporta­si. Itu juga yang membedakan Surabaya dengan Jakarta soal jalur pedestrian. ”Kalau saya biasanya jalan kaki karena di sana mudah mendapatka­n kendaraan umum,” urai pemuda yang tinggal di Surabaya sejak SMP tersebut.

Opsi transporta­si umum di ibu kota memang lebih beragam. Ada bus Transjakar­ta, yang akses ke haltenya biasa ditempuh dengan berjalan kaki.

Gert menilai fasilitas pejalan kaki di Surabaya sudah mulai bagus. Sebagian titik dilengkapi pembatas supaya motor tidak bisa lewat. ”Saya juga nyaman karena banyak disediakan lampu penyeberan­gan dan jembatan penyeberan­gan umum,” ujar Gert. Hanya, dia sering bingung jika mendadak hujan dan lupa membawa payung. Di Surabaya, dia tidak pernah menemukan trotoar dengan kanopi peneduh di atasnya. ” Terpaksa harus cari tempat berteduh dulu,” imbuhnya.

Pendapat Gert itu agak berbeda dengan Leo Daunarovic­h, 33. Wisatawan asal Belarus tersebut menilai, berjalan kaki di Surabaya lebih nyaman daripada di kota lain di Indonesia. Dalam perjalanan­nya kali ini, dia sudah berkunjung ke Jakarta dan Semarang. ”Menurut saya, paling nyaman jalan kaki di sini,” katanya saat tak sengaja bertemu Jawa Pos Rabu siang (15/11).

Wisatawan backpacker itu tampak santai berjalan sendiri di depan Gedung Negara Grahadi. Dia baru saja jalan-jalan ke Monumen Kapal Selam (Monkasel) dan sedang menuju tempatnya menginap.

Tampaknya, Leo tertarik melihat lalu lalang kendaraan di Jalan Gubernur Suryo, dengan latar belakang patung Gubernur Suryo di belakangny­a. Sejenak dia berhenti dan memotret.

”Trotoar di sini lebar,” kata Leo saat ditanya apa yang membuat dia nyaman berjalan kaki di Kota Pahlawan. Dan, trotoar juga tidak terlalu disesaki orang. ”Kalau di Jakarta terlalu banyak orangnya,” lanjutnya.

Sedangkan di Semarang, menurut dia, trotoar belum senyaman dan selebar di Surabaya. Dia juga senang menemukan banyak tempat duduk logam dipasang di sudutsudut trotoar di Surabaya.

Tetapi, jika dibandingk­an dengan negara asalnya, trotoar Surabaya masih belum menyaingi. Rata-rata negara di Eropa memang memanjakan warganya dengan spot jalan kaki yang sangat nyaman, rapi, dan lebar.

Rasanya semakin nyaman karena lalu lintas tidak sepadat negaranega­ra di Asia. ”Ya, di sana tidak banyak kendaraan lewat seperti di sini,” ujar Leo. Trotoar di Belarus pun lebih lebar. Bukan hanya jalan kaki, sepeda pun banyak berseliwer­an di trotoar.

Hawa di Eropa juga lebih mendukung untuk jalan kaki. Sementara itu, Surabaya terkenal dengan cuacanya yang panas. Beruntung, saat Leo jalan-jalan kemarin, cuaca sedang mendung-mendung mesra. ”Biasanya panas. Sekarang terasa lebih nyaman,” lanjutnya. (Debora Danisa Sitanggang/Thoriq S. Karim/c10/dos)

 ?? HANUNG HAMBARA/JAWA POS ??
HANUNG HAMBARA/JAWA POS
 ?? AHMAD KHUSAINI / JAWA POS ?? SUDUT NYAMAN: Trotoar di Jalan Gubernur Suryo yang dilengkapi kursi untuk pejalan kaki.
AHMAD KHUSAINI / JAWA POS SUDUT NYAMAN: Trotoar di Jalan Gubernur Suryo yang dilengkapi kursi untuk pejalan kaki.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia