Harus Mirip dengan Aslinya
Belajar Menggambar Manga di Smamda
SURABAYA – Ekstrakurikuler manga pertama berdiri di SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Surabaya pada 2015. Kala itu mereka sudah memiliki ekskul Jepang. Nah, sebagian anggota ekskul Jepang tersebut tertarik pada seni menggambar, khususnya manga. Karena itu, guru olahraga sekolah tersebut, Maurice Anantatoer, menginisitori berdirinya ekskul manga.
Awal berdiri, ekskul tersebut sudah memiliki 28 anggota. Setiap Jumat pukul 14.00–15.00, para anggota berkumpul untuk belajar menggambar manga yang baik dan benar. Sekolah pun memfasilitasi mereka dengan pelatih. Dengan demikian, mereka semakin mahir menggambar manga.
Heny Lutfiany, Annisa Prima, Naufal Ridho, dan Andi Azril adalah sebagian anggota ekskul manga. Mereka tertarik karena sebelumnya memang sudah suka menggambar. ”Mencoba belajar hal baru saja supaya lebih bisa,” ujar Heny, ketua ekskul manga 2016.
Meski para anggota sudah sering menggambar, menciptakan karakter manga yang sempurna tidaklah mudah. Gambar harus detail menyerupai manusia pada umumnya. Tidak boleh ada halhal yang tidak wajar. Misalnya, kepala lebih besar atau badan yang terlalu kecil. Gambarnya harus proporsional.
Andi Azril menuturkan, gambar tangan adalah yang paling sulit, bahkan untuk gambar dasar sekali pun. Setiap lekukan antarjari harus sesuai. Belum lagi menggambar pose. Para mangaka (penggambar manga) dituntut memiliki imajinasi tinggi agar bisa menciptakan gambar yang mirip dengan aslinya. Karakter kesukaan setiap anggota pun berbeda. Misalnya, Andi suka karakter dari animasi barat seperti supervillain IT. Heny menyukai karakter perempuan yang kuat, sedangkan Annisa lebih suka yang melankolis.
Meski demikian, ada peserta yang bergabung karena tertarik untuk belajar. Mereka tidak kesulitan mengikuti karena semua mendapat materi yang sama dari dasar. ”Guru sudah punya materi bedabeda setiap pekan,” ungkapnya.
Menggambar manga pun tidak sekadar menciptakan karakter baru. Tokoh yang diciptakan membutuhkan nama. Agar bisa memberikan nama, biasanya para siswa mempelajari bahasa Jepang. ”Jadi disesuaikan jenis kelamin, senjata, dan karakteristiknya,” ucapnya. (ant/c20/nda)