Disidang, Bandar Narkoba Pasrah
Padahal Terancam Vonis Mati
SURABAYA – Dua anggota komplotan pengedar ekstasi kelas kakap, Melissa dan M. Nizar Ade Irawan, terancam mendapatkan hukuman mati dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kemarin. Meski begitu, keduanya enggan mengajukan eksepsi.
Melissa dan Nizar disidang dalam satu kursi pesakitan kemarin (16/11). Melissa yang berambut panjang tampak tidak nyaman dengan sorotan kamera para wartawan yang meliput persidangannya. Dia beberapa kali menutupi mukanya dengan rambut. Sementara itu, Nizar lebih lepas. Maklum saja, bagi mereka, persidangan tersebut merupakan kali pertama.
Keduanya termasuk bandar yang terbilang besar. Saat ditangkap, barang bukti yang disita dari keduanya berupa 1.424 butir ekstasi dan 112 gram sabu-sabu. Keduanya pun dijerat pasal berat dan berlapis. Pada dakwaan pertama, jaksa penuntut umum (JPU) Farkhan Junaedi mendakwanya dengan pasal 114 ayat (2) UU 35/2009 tentang Narkotika. Yang kedua adalah pasal 112 ayat (2) UU 35/2009 tentang Narkotika. ”Ancaman hukuman maksimalnya adalah mati,” ujar Farkhan.
Sayang, kendati kliennya terancam hukuman mati, penasihat hukum terdakwa Rudhy Wedhasmara memilih tidak keberatan dengan dakwaan jaksa. Rudhy pun tidak mengajukan eksepsi. Dia berdalih, perbuatan kliennya sudah jelas karena tertangkap tangan. Untuk itu, pihaknya akan berfokus pada pembuktian. ”Saya rasa dari dakwaan tidak ada yang perlu disanggah,” ujar Rudhy setelah persidangan.
Pria berambut plontos itu mengaku akan membuktikan siapa sebenarnya pemilik barang haram itu. Dia yakin, kliennya hanyalah orang-orang tersesat yang terpaksa melakukan hal tersebut. Karena itu, perkara tersebut perlu dilihat dari berbagai sisi. ”Nanti kami buktikan, apakah mereka terpaksa karena mungkin impitan ekonomi atau yang lainnya,” urainya.
Kasus tersebut berawal saat Melissa dan suaminya, Zendi, ditangkap polisi pada 26 Agustus 2017. Ketika itu, di belakang kantor DPRD Sidoarjo, keduanya hendak menyuruh Nizar untuk mengirimkan paket narkoba kepada Berto (DPO). Namun, ternyata polisi datang dan membekuk ketiganya.
Merasa terancam, Zendi menghunuskan pedang ke arah polisi. Spontan, polisi menghadiahi Zendi dengan timah panas. Dia pun tewas saat perjalanan ke rumah sakit.
Sidang pun berlangsung cepat. Ketua majelis hakim Sifa’urosidin menunda persidangan selama sepekan. Agenda selanjutnya adalah pemeriksaan saksi-saksi. (aji/c6/git)