Ada Trafficking, Langsung Tangkap Layar
Satreskrim Polrestabes Surabaya berupaya meningkatkan mutu SDM-nya. Kali ini mereka mengadakan penanganan kasus perdagangan orang di dunia maya. Berharap para reserse di polsek-polsek bisa tangkas menindak.
clinic coaching
SALAH satu contoh kasus yang tergolong rumit ditangani adalah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau trafficking. Para pelaku tidak pernah turun ke lapangan. Namun, mereka bisa ”menjual” para gadis kepada pria hidung belang. Selama ini, mereka berdiam di dunia maya. Nama samaran kerap digunakan.
Cara itu dilakukan agar tidak terendus polisi. Agar korban perdagangan orang bisa ditekan, tentu polisi harus mempelajari polanya. Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Leonard Sinambela mengatakan, TPPO tidak bisa didiamkan. Karena itu, polisi membentuk tim cyber. Mereka bertugas melakukan patroli di dunia maya. Tim tersebut berada di bawah unit perlindungan perempuan dan anak (PPA).
Tugas tim tadi adalah melakukan patroli secara online. Para polisi tersebut menggunakan akun-akun tertentu. Mereka akan menyisir beberapa media sosial. Mereka terkadang ikut masuk grup para germo. Gunanya menyusup ke jaringan perdagangan orang.
Namun, menurut Leonard, tim itu saja tidak cukup. Dia ingin semua anggotanya mengerti. Termasuk para reserse yang selama ini bertugas di polsek-polsek. Dengan begitu, bila terjadi kasus di daerah, petugas bisa dengan cepat menanganinya. Leo menginginkan para reserse melek teknologi. Tujuannya tentu agar bisa mengikuti perkembangan kejahatan.
Coaching clinic yang digagas polrestabes tersebut berlangsung di Ruang Hoegeng. Tepatnya di lantai 2 Gedung Bagops Polres- tabes Surabaya. Pematerinya adalah praktisi dari Polda Jatim. Mereka adalah orang-orang yang lama berkecimpung di dunia maya. Ada anggota Subdit V Siber Polda Iptu Fajar Bangkit, anggota Puslabfor Mabes Polri Cabang Surabaya AKBP Joko Siswanto, dan Kompol Hadi Setyono. Ada 90 personel yang menghadiri acara tersebut.
Para anggota tidak hanya dijelaskan tentang cara menangani kasus. Mereka juga diajari mendapatkan barang bukti di dunia maya. Kasus di dunia maya berbeda dengan kasus biasa. Sebab, barang buktinya tidak nyata. Karena itu, para personel harus memberikan penanganan khusus. Mereka diberi trik-trik tertentu.
Contohnya, barang bukti tersebut berupa akun si tersangka. Akun tersebut digunakan untuk menjajakan gadis. Para personel disarankan untuk langsung melakukan penangkapan layar. Kemudian, dikonfirmasi apakah betul itu akun milik tersangka. ”Nah, informasi itu juga harus dijaga betul-betul agar tidak bocor ke orang lain,” beber polisi asli Medan tersebut.
Leo berharap kinerja personelnya meningkat. Dengan demikian, mereka bisa melakukan tugasnya dengan lebih baik. ”Saya harap ini bisa membuka wawasan para anggota dan diaplikasikan di lapangan nanti,” terang alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 2000 itu. (*/c6/git)