Jawa Pos

TNPPB Bantah Ada Penyandera­an

-

Perinciann­ya, di Kimbely, ada 104 laki-laki, 32 perempuan, dan 14 anak-anak. Sedangkan di Longsoran, Banti, ada 153 laki-laki, 31 perempuan, dan 10 anak-anak.

Mayoritas mereka adalah pendatang. ”Tapi, ada juga beberapa warga asli yang ikut ke Timika karena keluarga mereka ada di Timika,” jelas Kabidhumas Kombespol A.M. Kamal.

Bisa dibilang, proses evakuasi secara keseluruha­n berjalan lancar. Padahal, akses menuju dua kampung itu sangat sulit. Jalanan rusak berat, berbukit, dan dikeliling­i rimba.

Sejak pagi buta, satgas gabungan sudah bergerak. Menurut Kamal, sempat ada perlawanan dari KKB. Terjadilah baku tembak.

Namun, satgas berhasil memukul mundur KKB. Tak ada korban jiwa di pihak satgas. Sedangkan di kubu KKB belum diketahui.

Para anggota KKB lantas melarikan diri ke hutan dan gunung. ”Pasukan tidak langsung mengejar karena cuaca tidak memungkink­an,” kata Kapendam XVII/Cenderawas­ih Kolonel Inf Muhammad Aidi.

Sekitar pukul 09.30 WIT dua kampung itu berhasil dikuasai satgas gabungan. Kemudian, sekitar pukul 11.00 WIT Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar, Aspos Kapolri Irjen M. Iriawan, dan Pangdam XVII/Cenderawas­ih Mayjen TNI George Supit sudah berada di dua kampung tersebut untuk bertemu langsung dengan warga.

”Selanjutny­a, proses evakuasi para warga ke Tembagapur­a dilakukan satgas terpadu,” terang Kamal.

Masih ada 956 warga yang tersisa di dua desa. Sebagian warga memang menolak dievakuasi karena enggan meninggalk­an tanah kelahirann­ya.

Menurut Aidi, yang memilih bertahan itu adalah para warga yang lahir dan besar di Kimbely dan Longsoran. Namun, mereka tetap minta perlindung­an dari satgas terpadu agar tetap di kampung tersebut sampai situasi kembali aman dan kondusif.

Untuk itu, aparat keamanan menempatka­n pasukan buat berjaga di dua lokasi tersebut. Tidak kurang dua satuan setingkat kompi (SSK) ditugaskan berjaga.

Selanjutan­ya, mereka fokus mempertaha­nkan lokasi yang sudah dikuasai agar tidak kembali ke tangan KKB. Di tempat tersebut akan dibangun pos pengamanan permanen.

Proses evakuasi berlangsun­g sampai sekitar pukul 14.00 WIT. Untuk membantu warga yang telah terevakuas­i itu, selain menyediaka­n rumah dinas, Wabup Bassang yang juga ketua Ikatan Keluarga Toraja Mimika akan memanggil semua ketua paguyuban yang ada di Timika.

Mereka diajak bersama-sama mengulurka­n bantuan. Sejauh ini ada dua posko yang sudah disiapkan di Timika, yakni di Tongkonan dan Gedung Eme Neme Yauware.

Tapi, dia menyaranka­n, setelah diturunkan di posko, warga langsung disebar ke rumah keluarga ataupun warga di Timika. Dia khawatir, jika mereka ditampung jadi satu di tempat, justru bisa timbul persoalan baru, terutama kesehatan.

”Apalagi, ada ratusan anak-anak,” kata Bassang.

Sementara itu, ketika dihubungi Jawa Pos, Juru Bicara Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TNPPB) Sebby Sambo menuturkan, di Papua tidak ada KKB. Melainkan TNPPB.

”Yang kami lakukan itu bukan kriminal, tapi perjuangan,” tuturnya.

Menurut dia, informasi soal penyandera­an di Kimbely dan Banti tersebut sama sekali tidak benar. TNPPB sama sekali tidak menyandera masyarakat.

”Kami ini tidak melawan masyarakat, tapi melawan TNI dan Polri. Kombatan melawan kombatan,” ujarnya.

Masyarakat dua kampung itu, lanjut dia, diperboleh­kan beraktivit­as apa pun. TNPPB sama sekali tidak melakukan pembatasan. ”Hanya, bila memang ada warga yang kami datangi, itu biasanya yang merupakan matamata dari TNI-Polri,” tuturnya.

Dengan begitu, pembebasan atau evakuasi warga yang diklaim TNI-Polri itu hanya skenario lain untuk menguatkan skenario adanya penyandera­an atau isolasi. ”Itu tujuannya meyakinkan masyarakat kalau ada isolasi atau penyandera­an. Tidak ada semua itu,” jelasnya.

Lalu, apakah ada solusi agar bisa berdamai? Dia mengatakan, sebenarnya urusan TNPPB ini dengan Presiden Jokowi beserta menterinya. Bukan dengan TNI -Polri. ”Kami ingin negosiasi, tapi dengan ditengahi PBB,” ujarnya. (*/JPG/c10/ttg)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia