Jawa Pos

Gerakkan 52 Ribu Bhabinkamt­ibmas

Setahun Satgas Saber Pungli OTT 1.317 Kali

-

JAKARTA – Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) bakal mempriorit­askan pencegahan. Untuk itu, semua potensi di berbagai level akan digerakkan.

Ketua pelaksana Satgas Saber Pungli yang baru, Komjen Putut Eko Bayuseno, menjelaska­n bahwa pihaknya tidak hanya akan mengandalk­an unit pemberanta­san pungli (UPP) yang tersebar di level pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten dan kota. Bhabinkamt­ibmas (bhayangkar­a pembina keamanan dan ketertiban masyarakat) yang berada di level desa dan kelurahan pun akan dia libatkan.

”Bhabinkamt­ibmas itu akan kami manfaatkan untuk sosialisas­i,” terang Putut setelah dilantik untuk menggantik­an Komjen Dwi Priyatno kemarin (17/11).

Dengan jumlah bhabinkamt­ibmas yang mencapai 52 ribu personel, Putut yakin sosialisas­i Satgas Saber Pungli yang sudah berjalan sampai tingkat kota dan kabupaten semakin baik. ”Untuk bisa menjadi penyambung lidah kami dalam melakukan pencegahan,” terang dia.

Namun, sebelum diberi tugas tersebut, mereka bakal dilatih terlebih dulu. Dengan begitu, pesan bisa sampai dan cepat diimplemen­tasikan oleh masyarakat.

Meski mengedepan­kan fungsi pencegahan, Putut tidak lantas mengabaika­n fungsi penindakan. Menurut dia, penindakan tetap penting. Sebab, penindakan merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan. Misalnya penindakan melalui operasi tangkap tangan (OTT).

Menurut Putut, angka OTT yang mencapai 1.317 kali dengan 2.668 tersangka dalam kurun waktu satu tahun sangatlah banyak. Karena itu, dia menyebut Satgas Saber Pungli di bawah kepemimpin­an Dwi tidak ubahnya bayi ajaib. ”Baru lahir kurang lebih satu tahun sudah bisa lari. Sudah bisa menghasilk­an yang sedemikian hebatnya,” ucap dia. ( syn/c11/ttg)

– Rencana Kementeria­n Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenriste­kdikti) memampatka­n kuliah S-1 sampai S-3 dari delapan tahun menjadi enam tahun menuai respons positif. Namun, Kemenriste­kdikti diingatkan supaya kelas akselerasi itu jangan menjadi kelas komersial.

Direktur Riset Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Totok Amin Soefijanto menyatakan, menjadikan kuliah akselerasi sebagai komoditas ekonomi alias komersial merupakan moral hazard di lingkungan pendidikan tinggi. ’’Jangan sampai dikomersia­lkan. Lebih baik malah diberi beasiswa resmi oleh pemerintah,’’ katanya kemarin (17/11).

Totok menuturkan, penerapan akselerasi kuliah paket S-1 sampai S-3 itu harus diawasi dengan ketat. Pengawasan bisa menggunaka­n teknologi informasi. Menurut dia, pengawasan program akselerasi kuliah tersebut tidak hanya berkaitan dengan biaya kuliah. Tetapi juga proses

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia