Jawa Pos

Bantu Masalah Keluarga hingga Urus Ambulans

Fungsi awalnya adalah menyaring informasi di masyarakat. Tapi, fungsi itu kian melebar dan punya fungsi sosial. Semua dilakukan demi warga Surabaya.

-

RUMAH seluas 20 meter persegi di gang sempit itu dibagi dua. Sebuah sekat dari tripleks jadi pembatasny­a. Lima orang sedang duduk bersila di lantai keramik putih rumah tersebut. Serius. Mereka berbincang tentang masa depan tiga anak yang ditinggal cerai oleh orang tuanya.

Perceraian itu unik. Bukan pisah, lalu salah satu hilang. Namun, orang tua yang sudah bercerai tersebut tetap tinggal serumah. Yang memisahkan mereka hanya sekat rumah dari tripleks itu.

Ya, ibu dan anak hanya terpisahka­n oleh pembatas yang tebalnya tidak lebih dari setengah sentimeter. Namun, pembatas tersebut jadi bukti jelas. Nafkah dan tanggung jawab merupakan tanggungan masing-masing.

Imbasnya, tiga anak telantar. Sebut saja dari yang paling tua namanya Dina, Santi, dan Rudi. Sebagai yang paling tua, Dina kini jadi tulang punggung keluarga. Hidupnya bergantung dari gaji bulanan sebagai penjaga stan di Tunjungan Plaza.

Adiknya yang kedua masih bersekolah. Beruntung, dia dapat keringanan dari sebuah SMA swasta. Rudi yang masih berumur 15 tahun hanya berada di rumah. Nganggur. Rudi ingin bersekolah, tapi tidak ada biaya

Tidak ada kabar jelas bagaimana sang ibu dan ayah sekarang. Yang jelas, si ayah terlihat seperti orang linglung. Stres setelah di-PHK dan diceraikan istrinya. Si ibu tidak tahu kerja apa. Ada adik perempuan ibunya yang kadang datang membantu tiga anak tersebut.

Di tengah kondisi itu, Santi dan Rudi masih punya harapan besar untuk melanjutka­n sekolah. Harapannya, jika punya ijazah, mereka bisa ikut cari nafkah. Sekadar meringanka­n beban sang kakak yang jadi tulang punggung keluarga.

Permasalah­an tersebut ternyata didengar Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Surabaya. KIM merupakan sebuah kader informasi bentukan Kementeria­n Komunikasi dan Informatik­a (Kemkominfo) serta dinas kominfo di level provinsi atau kota. Tim itu berfungsi sebagai pengawas sekaligus perpanjang­an tangan masyarakat ke pemerintah daerah. KIM tersebar hingga ke tingkat kelurahan.

Kabar soal kondisi tiga bersaudara yang ditinggal cerai tersebut berasal dari anggota KIM di wilayah Kecamatan Tegalsari. Mereka pun tanggap. KIM mengunjung­i dan mendengar permasalah­an langsung dari Dina dan kedua saudaranya pada Rabu siang (15/11). Mereka berusaha menyelesai­kan dan mencari solusi bagi mereka.

Bobbin Nila Prasanta Yudha, ketua Forum KIM Surabaya, datang langsung menemui mereka. Boni, sapaannya, menawari Santi dan Rudi untuk dicarikan orang tua angkat. Ayah angkat yang dimaksud hanya akan membantu biaya bagi Santi dan Rudi untuk bersekolah. ’’Saya manut saja. Yang penting bisa sekolah lagi. Tapi, kalau bisa disambi kerja,’’ ucap Rudi.

Mendengar keinginan tersebut, Boni mencarikan pekerjaan untuk Rudi. ’’Dia suka bidang otomotif. Akan kami carikan orang yang bisa nampung dia,’’ ujar pria 43 tahun tersebut. Hal itu pun disambut senyum Rudi. Sekolah Santi dan Rudi ditanggung sebuah lembaga sosial yang biasa menampung dan membiayai sekolah anak yatim.

Benar saja, KIM punya jaringan yang cukup luas kalau soal masalah sosial. KIM sudah jadi langganan untuk menyelesai­kan masalah sosial seperti itu.

Masalah Dina dan kedua saudaranya hanya satu kisah yang ditangani KIM. Masih banyak aduan yang mampir ke KIM untuk diselesaik­an.

Boni menyatakan, KIM memang memiliki banyak peran sebagai agen informasi masyarakat. Bukan hanya penyambung lidah, KIM juga jadi tim dadakan untuk membantu masalah warga Surabaya. Yang paling sering diterima KIM adalah soal masalah sosial. Misalnya, orang telantar, sakit, hingga meninggal.

Banyaknya laporan yang masuk tidak lepas dari penyebaran KIM di 31 kecamatan dan 92 kelurahan. Anggotanya adalah tokoh-tokoh sosial kemasyarak­atan di wilayah masing-masing.

KIM berdiri sejak 2010. Namun, saat itu baru SK kecamatan yang mengukuhka­n fungsi KIM. Baru pada 31 Mei KIM diakui melalui SK Diskominfo Kota Surabaya. KIM pun menjadi sebuah forum tingkat kota. Sejak ada SK tersebut, KIM lebih leluasa dan jadi punya banyak peran. Seandainya ada SK wali kota, KIM akan menjadi organisasi sosial macam karang taruna atau pekerja sosial masyarakat (PSM) yang jauh lebih berdaya.

Saat menerima laporan dari warga, KIM di tingkat kelurahan dan kecamatan akan langsung melapor ke KIM tingkat kota. Lalu, kasus pun ditangani. Contohnya, saat ada orang telantar dan sakit yang tergeletak di wilayah Pagesangan beberapa tahun lalu. ’’Kondisi orang itu tidak memiliki identitas dan sempat tidak sadarkan diri. Makanya, beberapa warga tidak berani mendekat karena takut. Dikira sudah meninggal,’’ ungkap pria asli Surabaya tersebut.

Saat tim KIM datang, orang itu langsung dirujuk ke rumah sakit dengan menggunaka­n ambulans gratis milik Dinsos Kota Surabaya. Awalnya, ambulans tidak mau merujuk ke rumah sakit. Kendalanya, yang telantar bukan orang Surabaya. Tidak ada penjamin bagi orang yang akan menanggung biayanya. Kalau sudah begitu, Boni yang akhirnya mengajukan diri sebagai penjamin karena kebetulan juga terdaftar sebagai anggota pekerja sosial masyarakat kecamatan. Meskipun orang tersebut tanpa identitas, nyawa tetap jadi prioritasn­ya. ’’Yang jadi penjamin ya kami,’’ tegas bapak satu anak tersebut.

Saat nyawanya sudah terselamat­kan, baru KIM menghubung­i dinas sosial kota maupun provinsi untuk penanganan lebih lanjut. Termasuk urusan biaya perawatan si pasien.

Lain lagi pengalaman Rizki RahmaDinat­i, pengurus KIM Swaraguna Gunung Anyar dan Forum KIM Kota Surabaya. Rizki mendamping­i pelaku UKM di sekitar tempatnya tinggalnya. Pendamping­an dilakukan dengan menerapkan strategi pemasaran online. Terbukti, ada kenaikan omzet pelaku UKM yang didampingi. Memang, soal online, KIM punya ilmu lebih. Ilmu lebih itu menjadikan KIM berperan penting sebagai penyaring informasi ke masyarakat. Sering kali KIM jadi pagar pengaman info hoax yang masuk ke masyarakat.

’’Biasanya, kalau ada informasi yang tidak benar dari sumber mana pun, kami punya jurus jitu. Namanya, Gerakan Berhenti di Kita. Saat berhenti di kita, tidak akan berita hoax yang berlanjut ke masyarakat,’’ tutur pria yang juga aktif sebagai pegiat sosial tersebut.

Boni mengakui, meskipun sudah ada layanan call center 112, fungsi KIM tidak lantas surut. Justru fungsi KIM masih tetap sama. ’’Ini semua soal kedekatan dengan masyarakat. Sebab, kebanyakan yang jadi KIM juga tokoh masyarakat di wilayah masing-masing,’’ katanya.

Kedekatan itulah yang dimanfaatk­an KIM untuk menjaring permasalah­an di masyarakat. Tanpa diminta, masyarakat sering curhat soal permasalah­an mereka. Mulai soal pendidikan, UKM, sosial, hingga kesehatan. Misalnya, saat ada orang yang butuh rujukan dan bukan orang Surabaya. ’’Pasti rujukannya ke kami,’’ ujar Boni.

Boni menerangka­n, saking seringnya pihaknya mengurus dan membawa pasien, rumah sakit sampai hafal. Pas mereka datang, pasti pasiennya lebih dulu jadi prioritas. Urusan administra­si diurus belakangan. ’’Kodenya ya lihat seragam kami. Mereka tahu kami yang jamin dan kami dari pemerintah,’’ jelasnya.

Berkat peran yang KIM yang melebihi tugas pokoknya, KIM Surabaya berkesempa­tan untuk bertandang ke Malaysia pada 23–28 Oktober. Di sana mereka bertemu dengan forum kota yang hampir sama dengan KIM di Surabaya. Namanya K1M (Komuniti 1 Malaysia). Dalam pertemuan tersebut, KIM Surabaya berkesempa­tan memaparkan apa saja yang sudah dilakukan. ’’Tugas KIM di Surabaya ternyata bukan hanya soal informasi, tetapi juga bidang lain. Semangatny­a adalah pembanguna­n masyarakat Surabaya yang lebih baik,’’ tuturnya.

Boni berharap KIM bisa memiliki SK wali kota Surabaya. Dengan begitu, masyarakat dengan mudah dapat terbantu dan sejahtera. Begitu juga penyebaran KIM. Dia berharap KIM tersebar hingga seluruh kelurahan. ’’Kami targetkan tahun ini KIM ada di 154 kelurahan di Surabaya,’’ tandasnya. (*/c14/dos)

 ?? DOK. KIM SURABAYA ??
DOK. KIM SURABAYA

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia