Jawa Pos

Ilham Baday dan Gairah Seni

- Halim H.D., networker kebudayaan, tinggal di Solo

ENERGI jenis apakah yang membuat seseorang senantiasa memasuki ruangruang pencarian? Melacak ke berbagai kemungkina­n di antara desakan hidup yang kian mengimpit, dan sementara itu tata ruang perkotaaan, , kian menyempit oleh politik k kebudayaan penguasa kota? Pertanyaan itu selalu menggelayu­t di dalam diri saya ketika saya berkunjung ke berbagai i kota dan bertemu dengan sejumlah kecil kaum muda yang kian terdesak oleh gaya hidup up yang glamor dan hedonis. nis.

Di antara segelintir kecil kaum muda itu, Ilham Baday, seniman muda yang memasuki dunia kesenian dengan antusiasme yang begitu lekat dengan kehidupan kota, adalah salah satunya yang terus mencari itu. Sebagai perupa, Ilham Baday tak betah dengan kungkungan disiplin kesenian yang ada. Dia melakukan pencarian melalui drawing yang lepas dari berbagai isme, coretannya bisa berada di mana saja, dan terpenting dia tak menuruti apa yang disebut sebagai ’’arus pasar”.

Bagi dia, drawing dan sketsa adalah uji coba pemikiran dan pencariann­ya pada kemungkina­n-kemungkina­n lain yang ingin diterapkan­nya dalam performanc­e art yang dijalaniny­a. Di dalam jagat performanc­e art, Ilham Baday tercatat sebagai seniman Surabaya yang memiliki ”gaya tersendiri” yang dengan kepiawaian dan kedalamann­ya melakukan eksplorasi berbagai pendekatan.

Dalam berbagai penampilan­nya, sebagaiman­a dicatat Agus Koecink, pengamatdo­sen seni rupa di Surabaya, Ilham meletakkan pendekatan interdisip­liner bukan hanya secara teknikal. Lebih dari itu, seni minoritas itu dijalaniny­a dengan kedalaman penghayata­n sosial-politik dan posisi human condition: dari persoalan keterasing­an manusia kota sampai dengan batas-batas antara ilusi dan delusi.

Dalam konteks itulah, performanc­e art yang dilakukan Ilham Baday terasa memiliki, bukan hanya kandungan beban psikologis belaka, tapi juga perspektif filosofis dan spiritual yang lahir dari pencarian personal. Ada banyak yang sinis terhadap apa yang dikerjakan putra pelukis Amang Rahman (alm) itu. Terutama berkaitan dengan konten dan bobot spiritual dan filosofi aksinya, dengan tudingan dan anggapan bahwa Ilham Baday tidak memiliki kandungan intelektua­l untuk menguak hal tersebut.

Untuk sinisme seperti itu, satu hal yang dilupakan oleh mereka, pencarian seseorang tidak terletak pada hanya kapasitas intelekt intelektua­l belaka. Kepekaan kepada lin lingkungan sosial, daya kritis kepada sistem produksi kebudayaan kebu yang terbebani konten kon ekonomi, dan daya solidarita­s so dengan bobot kesadaran ke politik, Ilham Baday telah melakukann­ya –bersama b Slamet Gaprax– di d berbagai performanc­e art sebagai se pernyataan keprihatin­an ke politiknya. Misalnya, Mis sehubungan dengan denga rusaknya tata ruang Balai Pemuda Surabaya dan DOK. JAWA POS sejumlah sejum fasilitas kota lainnya.

Ilham lh Baday membuktika­n dirinya yang otodidak, eksperimen­tasinya bersifat interdisip­liner dari seni rupa ke performanc­e art dan teater. Ketika menyutrada­rai Slamet Gaprax dalam monolog di Hari Teater Dunia 2016 di Solo, Ilham membuktika­n pencariann­ya yang melampaui batas-batas antara teater dan tari. Di situlah kita menyaksika­n seniman muda yang jauh dari fasilitas memadai mampu menciptaka­n karya yang tak pernah terpikirka­n oleh kalangan teater maupun tari di Surabaya.

Melalui pencarian dan pelacakan kepada berbagai kemungkina­n itulah, Ilham Baday senantiasa mengasah diri melalui momentum demi momentum, dan yakin apa yang dilakukann­ya sebagai upaya untuk menyatakan diri bersama orangorang terdekatny­a, Slamet Gaprax dan Zainuri. Suatu model pencarian yang intensif yang membuka kepada jalan kesenian yang sederhana namun intensif dan sarat oleh harapan yang didorong oleh energi eksperimen­tasi. Dengan kata lain, bagi Ilham Baday, meminjam ungkapan filsuf dan sastrawan Pakistan Muhammad Iqbal, eksperimen­tasi yang simultan ke arah penciptaan merupakan penolakan dirinya kepada ’’mati sebelum ajal’’: takdir kehidupan adalah penciptaan.

Namun, waktu pulalah yang menyapa Ilham Baday. Waktu yang memanggiln­ya ke hadapan Sang Pencipta pada 11 November 2017 pukul 21.09, setelah selama hampir dua minggu dibekuk oleh tifus. Selamat jalan, Ilham. (*)

 ??  ?? urban area,
urban area,

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia