Jawa Pos

DJP Berikan Kesempatan Kedua

Bagi WP Segera Laporkan Harta

-

JAKARTA – Menjelang tutup tahun, berbagai upaya terus dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengejar target penerimaan. Salah satunya merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 118/2016 tentang Program Pengampuna­n Pajak atau Tax Amnesty (TA). Revisi aturan pelaksanaa­n tax amnesty tersebut memberikan kesempatan bagi wajib pajak (WP) peserta TA untuk mendeklara­sikan aset yang belum dilaporkan. Baik dalam surat pemberitah­uan (SPT) pajak tahunan maupun dalam surat pernyataan harta (SPH).

’’Bagi WP yang ikut maupun tidak ikut tax amnesty, di mana masih ada harta yang belum dilaporkan dalam SPT atau belum dideklaras­ikan dalam SPH, masih ada kesempatan mendeklara­sikan dalam SPT masa PPh final. Jadi, batas waktunya hanya sebelum pemeriksa datang bawa surat pemeriksaa­n,” papar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama.

Tidak adanya batasan waktu pelaporan tersebut hanya berlaku bagi WP peserta TA. Bagi WP yang tidak mengikuti program pengampuna­n pajak, diberi batasan waktu hingga Juli 2019 untuk melaporkan harta yang belum dicantumka­n dalam SPT tahunan. ’’Misalnya saya temukan Anda punya rumah Rp 6 miliar, saya bisa tetapkan, tapi batas waktu menetapkan hanya sampai Juni 2019,’’ tegasnya.

Terkait tarif pajak, lanjut dia, WP peserta TA maupun nonpeserta yang melaporkan harta tambahanny­a tersebut dikenai tarif sesuai PP No 36/2016 tentang Pajak Penghasila­n Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakuk­an atau Dianggap sebagai Penghasila­n. Dalam beleid tersebut diperinci, tarif 25 persen untuk WP badan; 30 persen untuk WP orang pribadi (OP); dan 12,5 persen untuk WP tertentu. ’’Nanti ada formulir tata cara pengisian bagaimana men- declare harta mereka. Tapi, tarifnya pakai PP 36/2016, bukan lagi tarif 2, 3, 5 persen (tarif tax amnesty),” lanjutnya.

Jika tidak melaporkan hartanya dan ketahuan Ditjen Pajak, para WP tersebut dikenai sanksi denda. Sanksi administra­sinya berupa kenaikan 200 persen dari pajak penghasila­n yang tidak atau kurang dibayar. Status pelaporan harta peserta maupun nonpeserta TA adalah sama.

Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menjelaska­n, keputusan pemerintah merevisi PMK merupakan upaya memberikan kesempatan kedua atau second window bagi para WP. Namun, dia menengarai akan ada potensi moral hazard di dalamnya. Selain itu, keputusan pemerintah yang meniadakan batas akhir pelaporan harta bagi WP peserta TA patut dipertanya­kan. Sebab, hal tersebut tidak sesuai UU Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP).

’’Untuk second window saya sepakat. Tapi, ada potensi moral hazard. Saat dimulai pemeriksaa­nnya kapan? Jangan sampai yang ada di DJP lalu dinegosias­ikan dengan WP dengan dalih akan terbit SP2. Jadi main di sanksi,” jelasnya kemarin.

Direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) itu juga mengkritis­i keputusan pemerintah membatasi pelaporan harta bagi peserta non-TA hingga Juli 2019. Setelah batas waktu tersebut, harta tambahan tidak bisa ditetapkan lagi. Hal itu justru mendorong WP nakal tidak melaporkan hartanya, menunggu hingga batas akhir waktu pelaporan tersebut.

’’Kalau DJP tidak menemukan sampai 30 Juni 2019 (sebelum 1 Juli 2019), kenapa harus mengungkap­kan sendiri. Bukankah mending tidak diungkap dan akan inkracht 1 Juli 2019,” imbuhnya. (ken/c17/oki)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia