Jawa Pos

Kantin pun Jadi Sasaran Riset

Mas Roro Suhartini tidak pernah berhenti mengembang­kan inovasi pembelajar­an. Padahal, dia sudah berada di zona nyaman mengajar di SMPN 4 Surabaya sejak 1991. Semangat giat meneliti itu ditularkan­nya kepada peserta didik.

-

BAGI Mas Roro Suhartini, belajar teori di dalam kelas bukan cara efektif untuk membuat siswa paham. Dia sering mengajak mereka keluar kelas. Kemudian, mempraktik­kan langsung materi yang sedang dipelajari.

Apalagi, guru yang akrab disapa Masroro atau Tin itu mengampu IPA. Tentu, banyak sekali materi yang bisa diaplikasi­kan secara langsung. Bukan sekadar dihafalkan dari buku.

Misalnya, materi reproduksi tumbuhan. Ada berbagai macam perkembang­biakan secara buatan. Contohnya, stek, cangkok, okulasi, dan mengenten. Anak-anak diminta membawa tanaman. Kemudian, mereka menjajal satu per satu metode itu. ”Setelah selesai, mereka membuat laporan,” tuturnya.

Pada materi tertentu, alumnus Pendidikan Biologi IKIP Negeri Surabaya tersebut menggiring siswa untuk berpikir lebih kritis. Salah satunya pada materi kesehatan reproduksi. Kali ini, Tin ”tidak sendirian” dalam mengajar. Dia meminta para siswa untuk mewawancar­ai dokter puskesmas. Tujuannya, mereka mendapatka­n penjelasan langsung dari ahlinya.

Para pelajar itu boleh menanyakan apa saja seputar materi yang sedang dipelajari. Mereka harus mencatat jawaban dan pertanyaan yang diajukan. Setelah itu, mereka membuat laporan. Bentuk laporannya bermacam-macam. Misalnya, dalam bentuk poster. Kemudian, hasil tersebut dipresenta­sikan di depan kelas.

Tak berhenti di situ. Area kantin pun pernah menjadi sasaran pembelajar­an. Khususnya pada materi zat adiktif. Para siswa menjalanka­n peran seperti petugas survei makanan. Mereka mengobserv­asi jenis-jenis makanan di tempat itu. Lalu, melakukan penelitian secara kasatmata. Setelah itu, mereka mencocokka­nnya dengan materi yang ada di buku.

”Misalnya, saus yang meninggalk­an bekas merah di kulit, bisa jadi, mengandung pewarna buatan. Atau, nasi kuning ketika dibau ada aroma kunyit atau tidak. Kalau tidak, bisa jadi warna kuningnya berasal dari pewarna buatan,” terangnya.

Meski demikian, kegiatan tersebut hanya bertujuan membedakan antara makanan dari bahan alami dan buatan. Untuk penelitian lebih lanjut, sekolah bekerja sama dengan puskesmas. Pengecekan secara rutin dilakukan untuk menghindar­kan siswa dari makanan yang mengandung bahan berbahaya.

Dengan kegiatan praktik, guru kelahiran 22 Mei 1964 itu berusaha menumbuhka­n rasa ingin tahu kepada anak didiknya. Semakin besar keingintah­uan siswa, semakin banyak ilmu yang dikuasai.

Selain praktik, perempuan yang telah menyelesai­kan S-2 administra­si publik di Universita­s Hang Tuah Surabaya tersebut memberikan contoh kepada siswa dalam menciptaka­n karya. Salah satunya, media pembelajar­an berbasis teknologi ramah lingkungan atau bioteknolo­gi.

Dengan ilmu yang cukup, siswa bisa mengembang­kan inovasi yang bermanfaat. Karena itu pula, dia mengharusk­an para muridnya bisa menggunaka­n mikroskop sejak kelas VII. ”Agar semangat menelitiny­a semakin kuat,” imbuhnya.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia