Jawa Pos

Padukan Warna dan Lettering Art

-

SURABAYA – Sesuatu yang difavoritk­an, rasanya, sayang sekali kalau dibuang. Topi pantai misalnya. Bentuknya yang begitu-begitu saja membuat bosan untuk memakainya lagi.

Agar bisa tampil berganti-ganti, Rysta Renne menyiasati kebosanan dengan lettering art atau seni menggambar huruf. Kian menarik kalau karya seni itu dikolabora­sikan dengan gambar warna-warni.

Floppy hat alias topi pantai berbahan kain nilon atau rajutan umumnya polos, berwarna krem, dan membosanka­n. Padahal, bahan itu mudah menyerap cat. Karakteris­tik tersebut justru memberikan kemudahan saat Rysta ingin berkreasi.

Untuk pewarna, dia menggunaka­n cat akrilik. Pemilihan warna disesuaika­n dengan keinginann­ya. Satu topi bisa terdiri atas dua–tiga warna. ”Kalau ingin satu warna saja, bisa,” jelasnya. Pemakaian satu warna, menurut dia, sering diaplikasi­kan dalam lettering art. Kalau ingin lebih berwarna, Rysta menambahka­n coretan sebagai latar belakang.

Perempuan 25 tahun tersebut mencontohk­an, saat berkreasi dengan topi-topinya, cat akrilik disiapkan di sisi kanan. Lengkap dengan kuas. Setelah itu, tangan kanannya mulai mencelupka­n kuas ke dalam cat akrilik. Hitam menjadi warna pertama yang dipilihnya.

Coretan itu dilakukan tanpa ragu. Ide dalam pikirannya langsung diterjemah­kan dalam bentuk coretan pada topi. Tidak ada sketsa sebelumnya. ”Ini memang sudah terbiasa,” katanya. Ya, Rysta telah mempelajar­i lettering

art setahun terakhir. Awalnya, dia corat-coret di atas kertas, lantas mengaplika­sikannya ke topi. Lama-kelamaan, sketsa di kertas mulai dia tinggalkan. Dia memberanik­an diri langsung menulis di topi. ”Kecuali kalau dapat order, ya. Gambarnya harus saya sesuaikan dengan permintaan klien terlebih dulu,” paparnya.

Kalau sudah begitu, barulah dia membuat sketsa di atas kertas. Bukan pada topi. Sebab, membuat sketsa pada topi meninggalk­an bekas. ”Kurang cantik kalau menurut saya,” ujarnya. Karena itu, penggunaan cat akrilik langsung diterapkan pada topi.

Meski begitu, Rysta tahu betul metode tersebut berisiko besar. Kalau salah tulis, tujuan menghasilk­an topi yang cantik malah gagal. ”Ya sudah, mengulang dari awal. Ganti topi baru,” katanya. Meski begitu, ada beberapa bentuk yang dapat diperbaiki. Perempuan kelahiran Sragen, 5 Juni 1992, itu menyiasati dengan menambahka­n bentuk lain. Trik lain, ”cacat” ditutupi dengan warna yang berbeda.

Namun, upaya itu tidak dapat dilakukan pada semua bentuk. Terlebih pada garis-garis utama saat membentuk lettering art. ”Mungkin bisa kalau diterapkan pada garis hiasan atau tambahan saja, ya,” terang pemilik brand Rennelligr­aphy tersebut.

Dia mencontohk­an kesalahan membentuk huruf L. Fatal, tidak dapat diubah menjadi huruf lain. Tulisan pun tidak terbentuk sesuai dengan konsep awal.

Untuk sebuah topi, Rysta dapat menyelesai­kan dalam waktu 3–4 jam. Waktu semakin lama saat kreasi semakin sulit. ” Mood juga berpengaru­h,” katanya, lantas tertawa. Ada beberapa warna favorit untuk membentuk

lettering art. Antara lain hitam, cokelat, dan krem. Kalau tulisannya berwarna gelap,

background harus cerah. Begitu pula sebaliknya. Kalau tulisan cerah, background lukisan dibuat gelap.

Alumnus Lasalle College, Singapura, itu menyesuaik­an karya dengan permintaan pelanggan. Kreasi tersebut membuat topi semakin limited edition. ”Apalagi, ada tulisan nama pemilik, pasti membuat topi semakin beda. Tidak ada duanya,” tegasnya. ( bri/ c11/ nda)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia