Dukungan ke Jokowi Potensial Bergeser
Pasca Penahanan Setnov, Faksi di Golkar Rawan Bergolak
JAKARTA – Status hukum Setya Novanto (Setnov) sebagai tahanan KPK diprediksi akan sangat memengaruhi kondisi internal Partai Golkar. Bukan hanya soal desakan pergantian kepemimpinan, arah kebijakan terkait du kungan dalam Pemilihan Presiden 2019 juga bisa bergeser.
Sebagaimana diketahui, dukungan Partai Golkar atas pencapresan kembali Joko Widodo selalu mendapat garansi di era kepemimpinan Setnov. Kini garansi itu seolah-olah terancam. Sebab, posisi Setnov sebagai ketua umum Partai Golkar diperkirakan tidak akan bertahan lama seiring status dia sebagai tahanan KPK. Para pemilik kekuatan di internal Partai Golkar tentu bakal bersaing untuk menggantikan Setnov.
Analisis peluang terjadinya pergeseran dukungan Partai Golkar dalam Pilpres 2019 itu dilontarkan Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago di Jakarta kemarin (19/11). Menurut Pangi, ketika Setnov dinyatakan sembuh, publik langsung bisa melihat ketua DPR itu mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK. Dalam posisi tersebut, dinamika di internal Partai Golkar bisa jadi akan memanas.
Faksi yang pernah menyebabkan Partai Golkar berkonflik sepanjang 2015 hingga 2016 bisa jadi bangkit kembali berebut kekuasaan. ’’Maka, ada kemungkinaan terulang perebutan dua poros antara pengurus orang-orang Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono,’’ kata Pangi.
Menurut dosen ilmu politik UIN Syarif Hidayatullah itu, persaingan dua kekuatan di Partai Golkar tidak bisa dinafikan. Meski selama ini Setnov bercokol, Ical dan Agung masih memiliki posisi sentral sebagai penentu kebijakan Partai Golkar. Ical sebagai ketua dewan pembina dan Agung menjadi ketua dewan pakar sama-sama memiliki basis kader yang kuat. ’’Dua kubu itu bisa menjadi ketua umum Partai Golkar menggantikan Setnov,’’ kata Pangi.
Apabila kubu Ical memiliki pengaruh lebih besar dan mendapat posisi sebagai ketua umum, Pangi menilai ada peluang besar terjadi perubahan kebijakan politik Partai Golkar. Bisa saja kubu Ical mengevaluasi dukungan mereka kepada Jokowi. ’’Dalam arti, dukungan Golkar ke Jokowi bisa bergeser dan dipastikan belum aman. Tetapi, jika poros Agung yang menang, Golkar pasti akan tetap mendukung Jokowi,’’ lanjutnya.
Karena itu, apabila Setnov ditahan KPK, konstelasi politik bisa berubah secara ekstrem. Turbulensi di internal Partai Golkar tidak bisa dihindarkan. Sebab, terpilihnya Setnov dalam Munaslub Golkar 2016 sedikit banyak terjadi karena mantan bendahara umum Partai Golkar itu dinilai netral dan cair. Setnov bisa masuk ke kubu Ical dan juga dekat dengan kubu Agung. ’’Bisa jadi, ketua umum pengganti Setnov mungkin mirip dengan Setnov yang posisinya di tengahtengah,’’ tandasnya.
Sementara itu, pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe juga memprediksi dinamika internal Golkar bakal berlangsung sengit. Sebab, pergantian kepemimpinan di partai beringin itu melibatkan kepentingan eskternal. Terutama terkait menghadapi Pemilu 2019. ’’Di sinilah menariknya karena yang pasti akan terjadi munaslub. Suara munaslub sudah semakin kencang,’’ ucapnya.
Pengajar di Universitas Mercu Buana itu melihat, ada dua perta rungan yang berlangsung untuk memperebutkan kursi kepe mimpinan di Partai Golkar. Yaitu, pertarungan antara kelompok Golkar dan pertarungan kelom pok luar Golkar. ’’ Lingkaran is tana tentu sangat berkepentingan agar Golkar bersama mereka pada Pilpres 2019. Pasti akan ada manuver- manuver politik sehingga ketua umum terpilih setidaknya tetap mendukung Jokowi,’’ tutur nya. ( bay/ gir/ JPNN/ c4/ fat)