Haggana Tembus Ratusan Juta
Prestasi membutuhkan pengorbanan yang meliputi finansial. Dan, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit bagi klub internal Persebaya dalam mengarungi semusim kompetisi. Seberapa besar?
KOMPETISI internal memang hanya kompetisi amatir dan tujuannya pembinaan. Meski begitu, klub-klub internal memiliki komitmen tinggi untuk mengikuti kompetisi. Hal itu tentu dibarengi dengan pengeluaran anggaran dalam jumlah yang tidak bisa dibilang sedikit.
Bahkan, beberapa klub tidak segan menggelontorkan dana besar demi kemajuan timnya. Tidak bisa dimungkiri, sokongan dana yang mumpuni berbanding lurus dengan prestasi, baik dalam meraih trofi maupun menghasilkan para pemain bertalenta.
Salah satu tim yang paling boros di Kompetisi Kapal Api Persebaya (KKAP) tahun ini adalah Haggana. CEO Haggana Ali Smith mengungkapkan, pengeluaran timnya dalam kompetisi internal perdana pasca pulihnya Persebaya dari pembekuan itu mencapai lebih dari Rp 100 juta.
Angka tersebut terbilang fantastis untuk Haggana yang notabene mengakhiri KKAP dengan finis keenam di grup B atau gagal masuk seri A musim depan. ” Nggak masalah pengeluaran besar asalkan mam- pu menghasilkan pemain dan prestasi yang bagus. Jadinya seimbang,” ucap Ali.
Dia lalu membeberkan sejumlah pos anggaran dari klubnya. Pengeluaran paling besar, tentu saja, biaya operasional pertandingan. Dalam satu laga, Haggana bisa mengeluarkan dana sebesar Rp 2,7 juta.
Perinciannya, Rp 2,2 juta dibagi untuk 22 pemain yang hadir. Lalu, Rp 500 ribu dipakai untuk konsumsi pemain, staf, hingga pelatih tim setelah pertandingan. Jika dalam satu musim melakoni 18 laga, total pengeluaran hanya untuk pertandingan mencapai Rp 48,6 juta.
Padahal, pengeluaran tak hanya terjadi dalam pertandingan. Setiap latihan pun membutuhkan biaya. Ali mengungkapkan, dalam sekali latihan, dirinya mengeluarkan dana setidaknya Rp 550 ribu. Masing-masing Rp 400 ribu untuk membayar empat pelatih dan sisanya untuk sewa lapangan.
Nah, dalam sepekan, Haggana bisa menggelar tiga kali sesi latihan. Itu artinya, dalam sebulan mereka bisa merogoh kocek hingga Rp 6,6 juta. Belum lagi pengeluaran yang tak terduga. Misalnya, biaya berobat pemain yang mengalami cedera atau bonus tak terduga lainnya.
Dengan kompetisi musim depan memainkan jumlah pertandingan yang sama (meski formatnya berbeda), Ali memperkirakan jumlah pengeluaran klubnya tidak akan mengalami perubahan. ’’Sejauh ini anggaran yang disiapkan memakai penghitungan dari kompetisi sebelumnya,” jelasnya.
Untag Rosita adalah klub lainnya yang memberi anggaran lumayan dalam mengarungi kompetisi. Nominalnya memang lebih irit dibandingkan Haggana, yakni antara Rp 60 juta sampai Rp 70 juta. Tapi, jumlah itu bisa membengkak untuk bonus bagi pemain.
’’Bonusnya sebenarnya hanya untuk kemenangan setiap pertandingan,” kata Manajer Untag Rosita Suruurdin. ’’Tetapi, bonus kemenangan melawan klub unggulan seperti Indonesia Muda tentu berbeda,” imbuhnya.
Klub-klub lain seperti El Faza, Bintang Angkasa, dan HBS juga menjanjikan bonus kepada pemain supaya lebih termotivasi untuk meraih kemenangan. ’’Bukan bermaksud membuat pemain memikirkan materi, tetapi lebih pada membangkitkan spirit mereka untuk mengerahkan kemampuan terbaiknya,” kata pelatih HBS Ridwan Anwar. ( gus/c17/dns)