Kecantikan Jawa Campur Tiongkok
SURABAYA – Tentu cantik dan memesona. Itulah karakter dewi kahyangan versi imajinasi Natalia Soetjipto. Desainer asal Surabaya itu merealisasikan tokoh imajinasi tersebut dalam 14 gaun rancangannya. Dia menyempurnakan idenya tersebut dengan menggunakan bahan batik Tanjung Bumi asal Bangkalan, Madura.
Tidak semua warna batik digunakan oleh desainer yang akrab disapa Natsoe itu
Hanya ada dua warna dari batik yang dirasa cocok menggambarkan sosok dewi kahyangan versinya. Yakni, biru tua dan merah marun. ’’Warna gelap yang cantik,” ungkapnya.
Selain menggambarkan kecantikan sang dewi, dua warna tersebut bisa menunjukkan gaun yang glamor. Ia membuat pemakainya bak bidadari kahyangan. Karakter kecantikan si pemakai juga kian kuat.
Karena unsur gelap itu, gaun tersebut lebih sesuai untuk menghadiri pesta maupun acara malam. Natsoe memang sengaja menggunakan bahan batik dalam desainnya tersebut. Menurut dia, batik memiliki ragam motif yang khas. Tiap daerah punya ciri masing-masing. Tidak ada yang sama. ’’Kain batik hanya ada di Indonesia. Tidak ada di negara lain. Saya suka itu,” ungkapnya.
Penggunaan batik tersebut adalah cara Natsoe melestarikan kekayaan Indonesia. ’’Juga bisa mengangkat batik dan perajinnya,” kata Natsoe. Selain itu, dia ingin memperlihatkan bahwa batik bisa didesain dalam berbagai macam bentuk. Tampilan gaun batik juga bisa terlihat modern dan elegan. Terlebih, pemakainya bisa memadupadankan dengan aksesori yang pas.
Tidak hanya mendesain gaun, Natsoe juga kerap memberikan saran kepada pelanggannya. Terutama soal mix and match gaun dengan aksesorinya. ’’Warna apa yang disukai. Untuk acara apa. Semuanya,” jelasnya.
Dalam desain tersebut, Natsoe mengolaborasikan dua unsur. Yakni, Jawa dan Tiongkok. Unsur Jawa terlihat pada batik sebagai bahan utama gaun. Kentalnya unsur itu juga terlihat pada aksesori sanggul yang dipakai model.
Sementara itu, unsur Tiongkok terlihat dari pola potongan yang didesain oleh Natsoe. Terutama pada bagian kerah gaun. Di antara 14 koleksinya, beberapa gaun menggunakan pola kerah berdiri ala busana cheongsam. ’’ Tapi, ada juga yang menggunakan pola sabrina dan V,” ungkapnya.
Rupa-rupa pola kerah itu bisa disesuaikan dengan selera perempuan. Ada yang percaya diri dengan bentuk bahunya. Jika demikian, Natsoe menyarankan penggunaan gaun berpola sabrina. ’’Kalau ingin tertutup, pakai pola berdiri,” terang alumnus Melbourne School of Fashion itu.
Selain dari bentuk kerah, Natsoe membuat bentuk gaun lebih beragam dari potongan lengan. Ada yang memiliki lengan pendek. Ada pula desain gaun dengan lengan panjang. Semua potongan itu dipercantik oleh Natsoe dengan bordiran berwarna senada pada pinggirannya. Desain tersebut, menurut dia, cocok dikenakan perempuan berusia 25 tahun ke atas. (bri/c7/dos)