Jawa Pos

Harus Blak-blakan agar Bisa Tekan Jumlah Korban

Maraknya kasus pencabulan di bawah umur di Surabaya membuat Bhayangkar­i Ranting Tegalsari tergerak. Mereka terjun dan melakukan langkah nyata di masyarakat.

-

TEPAT pukul 07.00 bel sekolah berdering. Puluhan anak kelas VIII di SMP Praja Mukti langsung berlarian ke tengah lapangan sekolah. Upacara kemarin (20/11) beda dari biasanya. Sebab, ada tiga pilar Tegalsari yang sengaja datang. Yakni, Bhayangkar­i Ranting Tegalsari, Persit (Persatuan Istri TNI-AD), serta Danramil dan camat Tegalsari.

Saat itu hanya siswa kelas VIII yang mengikuti upacara. Adapun siswa kelas VII dan IX langsung masuk kelas untuk mengikuti pelajaran. Para siswa yang sudah berkumpul di tengah lapangan lantas membagi diri ke dalam barisan. Laki-laki berdiri di sisi timur, sedangkan perempuan di bagian barat. Mereka menghadap ke selatan. Upacara pun dimulai.

Ayu David, ketua Bhayangkar­i Ranting Tegalsari, jadi pembina upacara. Dia menyampaik­an sejumlah hal yang sejak lama diresahkan. Ayu menyoroti kasus kekerasan seksual, perundunga­n, dan penyalahgu­naan internet. ’’Adikadik semua pasti tahu kan?’’ tanyanya. Para pelajar itu hanya menjawab dengan anggukan. Mengisyara­tkan bahwa mereka paham dengan konteks yang dibicaraka­n Ayu.

Meski membahas kekerasan seksual masih dianggap tabu, Ayu justru berani membicarak­annya secara blak-blakan kepada para pelajar. Dia menilai hal itu hanya akan menekan para korban untuk semakin takut. ’’Kita harus kuak modus-modusnya biar nggak ada lagi,’’ tegasnya.

Kapolsek Tegalsari Kompol David Triyo Prasojo lebih menyoroti masalah perundunga­n dan penyalahgu­naan internet. Menurut dia, jika dibandingk­an pada zamannya dulu, remaja masa kini menghadapi lebih banyak masalah. ’’Sekarang banyak jalur non- mainstream kayak YouTube dan Instagram, kan nggak ada saringanny­a itu,’’ katanya. Karena itu, dia juga mengimbau para siswa agar bisa mawas diri.

Acara tersebut semakin meriah setelah upacara. Para siswa yang sudah berbekal sejumlah kertas mulai unjuk diri. Mereka membawa kertas yang berisi tulisan dan sejumlah gambar. Isinya soal penolakan kekerasan seksual, perundunga­n sesama teman, dan penyalahgu­naan internet.

Mereka lantas mengangkat kertas. Sejumlah awak media mengabadik­an momen tersebut. ’’SMP Praja Mukti,’’ teriak para siswa tersebut.

Para anggota Bhayangkar­i dan Persit lantas berinterak­si dengan para pelajar itu. Mereka berusaha mencari tahu sejumlah kasus yang mungkin dialami sejumlah siswa. Ayu dan David mendekati salah seorang pelajar laki-laki. Namanya Romeo Beckham. Dia tampak sedikit berbeda dengan kawan-kawannya. Para pelajar sering kali tertawa saat mendengark­an tanya jawab di antara ketiganya.

Terlebih, terdapat banyak coretan di topi sekolah milik Romeo. Beberapa kali Ayu dan David tidak paham dengan gaya bicara Romeo. Ternyata, dia mengalami sedikit gangguan pendengara­n. Remaja 15 tahun itu mengidap penyakit jantung. Dia mengalami gangguan pendengara­n akibat sejumlah obat yang dikonsumsi. ’’Sakit jantung, Mas, kebanyakan obat,’’ ujar salah seorang kawannya.

Awalnya, Ayu dan David mengira Romeo jadi salah satu korban perundunga­n. Ternyata, teman-teman Romeo justru berusaha membantuny­a dengan sejumlah gaya komunikasi nonverbal yang simpel. Misalnya, menggunaka­n tangan dan tulisan. ’’Ternyata teman-temannya malah membantu,’’ ucap polisi dengan satu melati di pundak itu.

Acara tersebut berakhir pukul 08.00. Bhayangkar­i Ranting Tegalsari, Persit (Persatuan Istri TNI-AD), serta Danramil dan camat Tegalsari berpamitan dengan sejumlah siswa serta para guru. ’’Rencananya, kami gelar road show ke berbagai sekolah di Tegalsari. Kami cuma pengin nggak ada korban lagi di Surabaya,’’ papar David. (*/c15/ano)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia