Jawa Pos

Menanti Golkar tanpa Setnov

-

DI ANTARA partai-partai politik yang ada di Indonesia, Golkar merupakan partai yang paling banyak menghadapi ujian. Sejak reformasi 1998, Golkar terus digempur. Sebagai partai pendukung utama Orde Baru, Golkar dianggap ikut bertanggun­g jawab terhadap kepemimpin­an otoriter Soeharto selama 32 tahun. Desakan untuk membubarka­n partai berlambang pohon beringin itu begitu kuat.

Hasilnya, Golkar tetap keluar sebagai pemenang kedua pada Pemilu 1999. Kelincahan Akbar Tandjung yang mengusung jargon Golkar Baru Menuju Indonesia Baru sukses menyelamat­kan partai tersebut. Bahkan, pada 2004, Golkar keluar sebagai pemenang pemilu.

Konflik internal partai juga tak pernah sepi di tubuh Golkar. Konflik itu telah melahirkan sejumlah partai baru. Mulai Hanura, Gerindra, Nasdem, hingga beberapa partai kecil lainnya. Meski begitu, Golkar tetap kuat. Pada Pemilu 2009 dan 2014, partai tersebut juga masih bercokol di urutan kedua.

Golkar juga selalu menempatka­n wakil di pemerintah­an. Meski kalah dalam pilpres, selalu saja Golkar tidak ditinggalk­an siapa pun yang berkuasa. Kekuatan Golkar di parlemen tidak bisa dipandang sebelah mata.

Bisa dibilang Golkar adalah satu-satunya parpol yang terinstitu­sionalisas­i. Salah satu cirinya adalah partai tersebut tidak bergantung kepada ketokohan pemimpinny­a. Siapa pun yang memimpin Golkar, organisasi partai tersebut terus berjalan.

Kini, Golkar menghadapi babak baru. Tidak kalah dahsyat dengan serangan sebelumnya. Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sedang menjadi ’’pasien’’ KPK dalam kasus e-KTP. Publik semakin dibuat geram karena Setnov bermain kucing- kucingan saat dipanggil KPK.

Mampukah Golkar melewati ujian baru ini. Apalagi, Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 sudah dekat. Melihat ujian yang pernah dilalui sebelumnya, rasanya Golkar akan bisa melewati semua. Asal, partai tersebut ikhlas memutus ikatan dengan Setnov. (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia