Jawa Pos

Imunitas Viktor Picu Perdebatan

Jadi Pembenar Anggota DPR Boleh Ngomong Ngawur

-

JAKARTA – Kasus dugaan ujaran kebencian Viktor Laiskodat yang dihentikan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Polri dengan dalih hak imunitas menimbulka­n tanda tanya. Sebab, substansi pidato Viktor yang diduga mengandung unsur pidana itu masih bias. Apakah berkaitan dengan tugas dan kewenangan DPR atau tidak.

Ahli hukum pidana Trisakti Abdul Ficar Hadjar menuturkan, hak imunitas anggota legislatif diatur dalam pasal 224 ayat 1 dan 2 UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Isinya, anggota DPR tidak dapat dituntut terkait pernyataan, pertanyaan, pendapat, sikap, dan tindakan di dalam dan luar rapat DPR berkaitan fungsi dan wewenangny­a sebagai anggota DPR.

”Pertanyaan­nya, apakah pidato Viktor itu terkait fungsi dan wewenangny­a sebagai anggota DPR,” ujarnya.

Karena itu, dia menyaranka­n kepolisian agar berhati-hati dalam menafsirka­n perbuatan tersebut. Agar tafsir dapat diterima masyarakat, Ficar menyaranka­n dilakukan gugatan praperadil­an atas surat perintah penghentia­n penyidikan (SP3) kasus Viktor. ”Karena sebenarnya yurisdiksi SP3 itu limitatif, untuk peristiwa yang bukan pidana dan buktinya kurang. Tidak ada alasan soal hak imunitas,” jelasnya.

Ficar menambahka­n, dipidanany­a anggota DPR atau tidak merupakan kompetensi hakim, bukan penyidik kepolisian. Namun, dia tetap mengakui bahwa kewenangan SP3 dari kepolisian harus dihormati. ” Ya, hakim yang bisa menentukan,” terangnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule yang merupakan pihak pelapor kasus Viktor tidak tinggal diam. Mangapul Silalahi, kuasa hukum Iwan, telah mendatangi Bareskrim untuk meminta SP3 kasus Viktor. ”Setelah kami tanya ke dalam, penyidik belum mengetahui soal penghentia­n ini,” jelas Mangapul.

Dia juga mendengar kabar bahwa Viktor membawa surat tugas saat pidatonya di Kupang, Nusa Tenggara Timur, menuai kontrovers­i. Namun, masalahnya, belum jelas siapa pemberi surat tugas itu. ”Apakah dari DPR, Nasdem, atau dari mana. Hak imunitas itu tidak melekat terus hingga kebal hukum, bisa dipidana,” tuturnya.

PAN yang juga menjadi korban ujaran kebencian Viktor ikut angkat bicara. Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto mengatakan, pihaknya tidak bisa ikut campur terhadap putusan Polri yang menghentik­an kasus Viktor. Namun, menurut dia, berdasar putusan itu, dapat disimpulka­n bahwa sejak saat ini anggota DPR bebas berbicara apa saja.

Mengacu pada kasus Viktor, anggota dewan boleh berbicara fakta, tidak fakta, fitnah, ujaran kebencian, dan apa saja. Jika ada anggota DPR yang memfitnah dan menyerang pihak lain dengan kata-katanya, Yandri berkesimpu­lan bahwa anggota itu tidak bisa diproses secara hukum karena punya hak imunitas. ”Jadi, kalau ada yang melakukan seperti Viktor, ya tidak bisa diproses, karena mempunyai hak imunitas,” urainya.

Legislator asal dapil Banten II itu menegaskan, jangan disalahkan jika nanti banyak wakil rakyat yang ngomong seenaknya, memfitnah partai lain, mengumbar kebencian, atau menyudutka­n pihak lain. Sebab, mereka juga akan berlindung di balik hak imunitas.

Misalnya, lanjut Yandri, dirinya menyerang Partai Nasdem, Partai Golkar, atau partai lain. Polisi tidak boleh memproses secara hukum karena ada hak imunitas. ”Apa pun yang dilakukan DPR tidak bisa dituntut secara hukum. Ini dampak dari keputusan polisi,” papar dia.

Meski demikian, anggota Komisi II DPR itu berharap Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memberikan sanksi kepada Viktor yang sudah menebar ujaran kebencian. Jika nanti membebaska­n Viktor dari hukuman, MKD sama saja menyatakan bahwa anggota DPR bisa berbicara seenaknya. (idr/lum/c10/fat)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia