Masuknya Islam
SURABAYA – Cari dia yang tidak ada. Dan ketahuilah jika dia ada.’’ Kalimat tersebut terlontar di antara deretan dialog dengan atau bahasa Makassar yang dituturkan para pemain.
Tiga pemain teater perempuan menari dengan gemulai. Mereka merupakan simbol elemen bumi
Merah, putih, dan biru merupakan elemen yang masingmasing direpresentasikan dengan mengenakan baju bodo (pakaian adat Sulawesi Selatan).
Tiga perempuan tersebut menari dengan diiringi alunan musik etnik dari beberapa alat musik tradisional Makassar. Antara lain, keso-keso, kendang, suling, dan pui-pui. Lantunan musik itu dimainkan tiga laki-laki yang menaiki sampan. Sambil bermain musik, sampan beserta alat-alat musik tradisional tersebut juga menjadi latar belakang para penari.
Suasana tenang seketika berubah menjadi tegang kala si tokoh utama, Bunrang, muncul dengan marah. Sosok yang digambarkan sebagai kesatria itu sedang murka.
Kemarahannya meluap karena adanya ajaran baru yang memasuki tanah kelahirannya. Ajaran itu adalah Islam yang datang melalui perairan. Bunrang menentang karena menurutnya hal tersebut akan merusak adat. Cekcok pun terjadi.
Cukup hanya mengenal Tuhan. Tak perlu beragama,’’ ucapnya. Matanya melotot sambil mengacungkan kayu. Namun, ulama perlahan mendekatinya. Beragam ajaran dipaparkan hingga akhirnya Bunrang mengerti tentang agama damai. Dia luluh dan masuk Islam.
Cuplikan kisah tersebut merupakan fragmen kedua dari total tiga fragmen kisah Bunrang. Cuplikan itu dimainkan pada saat geladi resik kemarin sore. Bunrang adalah legenda kuno dari Makassar yang diangkat dalam pertunjukan teater di Gedung Kesenian Cak Durasim, Kompleks Taman Budaya Jawa Timur, tadi malam (22/11).
Bunrang ditampilkan para mahasiswa dari Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Teater Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka adalah salah satu peserta Parade Teater Kampus Seni Indonesia (PTKSI) VI.
Bunrang adalah kesatria dari ke tanah Cikoang, Kabupaten Takalar. Dia merupakan turunan bangsawan yang amat patuh dengan adat istiadat desanya,’’ jelas sutradara sekaligus pemeran tokoh Bunrang, Asri Vegas.
Bersama tujuh kawannya, Vegas menampilkan teater berdurasi 40 menit. Cerita yang diangkat merupakan sebagian dari banyaknya versi kisah tentang Bunrang. Ini cerita yang sangat jarang dibahas. Bahkan, belum tentu orang asli Sulawesi tahu akan cerita ini,’’ tambahnya.
Menurut Vegas, pengemasan cerita tersebut berlangsung rumit. Mahasiswa semester tujuh itu harus bisa mematangkan naskah cerita, dialog, dan latihan dalam waktu kurang dari sebulan.
Untungnya, kemampuan berakting para pemain cukup mendukung.
Kami baru sampai di Surabaya kemarin. Lalu, hari ini geladi resik, tata panggung, dan lighting. Sungguh stres,’’ katanya.
Meski demikian, penampilan Vegas dan kawan-kawannya tidak terkendala saat geladi resik. ISBI Sulawesi Selatan merupakan satu di antara sembilan kampus seni yang turut berpartisipasi.
Selain ISBI, turut tampil Institut Kesenian Jakarta, Akademi Seni Mangkunegaran Surakarta (ASGA), Institut Seni Indonesia Surakarta, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya, dan lain-lain. Ini merupakan event seni tahunan yang digelar berpindah-pindah. Tahun ini kebetulan Surabaya menjadi tuan rumah,’’ ucap Deny Tri Aryanti, koordinator pelaksana acara. (esa/c15/dos)