Hati-Hati, Pengadaan Barang Rawan Suap dan Pungli
Proses pengadaan barang dan jasa untuk pilkada serentak 2018 di Jatim menjadi tanggung jawab unit layanan pengadaan (ULP). Karena prosesnya rawan pelanggaran, KPU Jatim mengingatkan agar ULP di 38 kabupaten/kota menghindari praktik suap dan pungutan liar
’’KAMI sudah kenyang dengan banyak persoalan terkait pungli atau proses pengadaan yang rawan,’’ ujar Sekretaris KPU Jatim H.M. Eberta Kawima dalam rapat koordinasi (rakor) ULP 38 kabupaten/kota di KPU Jatim kemarin (22/11). Praktik suap dan pungli yang sering kali terjadi salah satunya terkait pengadaan surat suara dan distribusi.
Wima –sapaannya– menyatakan bahwa hal itu sebenarnya sudah ditentukan dalam regulasi KPU. Standar barang yang dibutuhkan dalam pilkada telah ditetapkan dan berlaku secara nasional. Tinggal bagaimana penyelenggara di daerah membuat kesepakatan dengan proses tender. Masalah yang sering muncul, penyelenggara dengan pihak penyedia melakukan kesepakatan di bawah meja. Padahal, perbuatan itu bisa masuk kategori suap.
Belum lagi, lanjut Wima, pengadaan surat suara kali ini terbilang mepet. Hal itu membuat produksi logistik menjadi krusial. ’’Dibilang mepet, iya. Sebab, produksinya harus setelah penetapan paslon atau setelah 12 Februari,’’ tuturnya. Dengan waktu yang singkat, salah prosedur bisa saja terjadi. Misalnya, lelang yang tidak segera deal, lantas memaksa penyelenggara untuk memberikan hak pengadaan barang kepada pihak tertentu.
Karena itu, KPU Jatim menyiasatinya dengan melakukan pengadaan lebih awal. ’’Untuk produksi memang baru bisa dilakukan setelah penetapan calon. Tetapi, proses seperti lelang bisa dilakukan sebelumnya,’’ ujarnya. Rencananya, ULP memulai proses lelang untuk pengadaan tersebut paling cepat Desember.
Wima mewanti-wanti ULP agar memahami regulasi terkait. Pertama, soal spesifikasi. Kedua, soal pelanggaran. ’’Mereka harus paham tentang Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi. Sebab, suap dan pungli masuk tipikor,’’ tegasnya.
Ketidakberesan pengadaan memang mudah menjerat penyelenggara pemilu. Meski kadang hal tersebut dimanfaatkan pihak yang tidak sreg dengan hasil pemungutan suara. ’’Karena itu, kami harap bisa habis, kecurangan itu tidak ada,’’ tuturnya.
Wima juga mengingatkan agar ada kerja sama antara penyelenggara tingkat kabupaten/kota dan KPU Jatim. Khususnya masalah pembagian tugas. ’’Untuk pengadaan alat peraga kampanye (APK), kami serahkan ke KPU daerah,’’ jelas Wima. Menurut dia, pengadaan logistik tidak bisa hanya dikerjakan sepihak. ’’Supaya provinsi juga bisa berkonsentrasi pada tugas lain yang lebih besar,’’ paparnya. (deb/c15/oni)