Sel Jahat Dipaksa Bunuh Diri
Penanganan kanker secara konvensional umumnya memadukan kemoterapi dan radiasi. Prof Dr Retna Apsari MSi berupaya mencari cara lain. Dia berfokus meriset laser untuk mengatasi kanker selama 12 tahun terakhir.
ALAT berbentuk kotak kubus berwarna hitam itu terlihat mengilap ketika terkena sorot lampu. Beberapa detik kemudian, layar kaca di bagian tengah kotak tersebut menyala. Warnanya biru terang.
Retna Apsari tampak memasukkan tabung kaca yang berisi 96 multiwell
atau sumuran ke kotak. Layar digital yang telah menyala kemudian dioperasikan Totok Wianto, salah seorang mahasiswa S-3 fisika yang dibimbing Retna. Menggunakan jari jemarinya, Totok men- suhu. Setelah itu, dia mulai menentukan waktu dan memilih plate mana saja yang bakal disinari laser.
’’Tabung kaca yang berisi puluhan sumuran itu akan diisi kultur sel kanker,’’ terang Retna sambil memperagakan alat foto dinamik laser di Laboratorium Optik dan Aplikasi Laser, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.
Ya, penggunaan laser untuk membantu menyembuhkan berbagai penyakit tersebut memang menjadi fokus penelitian Retna sejak 2005. Dia melihat berbagai potensi laser yang bermanfaat untuk aplikasi diagnosis dan terapi.
Alat fotodinamik laser itu, salah satunya. Meski terlihat sederhana, alat tersebut telah teruji beberapa kali ampuh membunuh kultur sel kanker. Pembunuhan sel dengan menggunakan laser harus bersifat apoptosis. Maksudnya, proses kematian sel terprogram dan memaksa sel bunuh diri.
Kematian sel dengan memakai alat itu mempunyai keunggulan bersifat fokus dan terpilih pada sel yang dituju. Juga, tidak menggunakan sumber ionisasi. Tujuannya, meminimalkan efek samping pengobatan dan rasa sakit. Keunggulan lain, memaksimalkan target pengobatan serta menghancurkan sel kanker secara selektif tanpa merusak sel atau jaringan normal di sekitarnya.
Selama ini Retna mengamati, terapi kanker memanfaatkan sumber radiasi yang bersifat ionisasi. Akibatnya, ada efek samping yang cukup besar. Pengobatan dengan memasukkan zat kimia ke tubuh juga berisiko. Sebab, kemoterapi sering tidak hanya membunuh sel kanker. Sel sehat juga ikut rusak. ’’Permasalahan inilah yang coba kami atasi,’’ tuturnya.
Untuk membunuh sel kanker, Retna menerapkan dua pendekatan yang dikombinasi. Yakni, biomaterial yang terbuat zat kimia dari bahan alam yang disebut fotosensitizer dan penyinaran dengan menggunakan laser. Fotosensitizer merupakan bahan yang mampu membangkitkan spesies oksigen reaktif. Bahan itu punya kemampuan menghancurkan sel. Dua kombinasi tersebut akan mempercepat kematian sel.
Untuk penggunaan biomaterial, Retna menyebut Unair telah mengembangkannya. Upaya itu dilakukan untuk menggantikan bahan sintetis yang selama ini terkenal mahal. ’’Kami menggunakan biomaterial tersebut dari klorofil (zat hijau daun, Red),’’ ungkapnya.
Penghancuran sel kanker dengan menggunakan laser tersebut, menurut dia, lebih efektif. Sebab, sinar yang dipaparkan ke dalam tubuh bersifat nonionisasi. Minim efek samping dan tidak merusak sel normal. Laser mampu memindai secara selektif sel yang terkena kanker.
Meski pengujian sebatas in vitro, pengujian di laboratorium, Retna optimistis penanganan penyakit kanker dengan cara itu bakal bisa diterapkan hingga ke tahap klinis. Artinya, hasil riset tersebut dapat diterapkan kepada manusia.
Totok menuturkan, penetapan jenis zat kimia yang dipakai untuk terapi kanker harus sesuai dengan panjang gelombang laser. Sifatnya harus sama dan cocok.
Pada kanker payudara, misalnya, dosis energi yang dibutuhkan mencapai 2–20 joule. ’’Nanti ini juga berlaku pada berapa menit laser harus dipaparkan pada sel kanker,’’ ujarnya. (elo/c14/nda)