Ditagih meski Belum Jatuh Tempo
Sekolah Nyatakan Seragam Termasuk Uang Gedung
GRESIK – Bagaimana rasanya mengerjakan soal ujian dengan lesehan di teras saat siswa lain berada di dalam kelas dengan nyaman? Begitulah nasib M. Fatichuddin. Murid kelas X SMA Assa’adah Bungah itu ”diusir” dari kelas karena menunggak uang gedung. Padahal, waktu bayar belum jatuh tempo.
Ummat, 48, orang tua Fatichuddin, mengatakan, dirinya bukan tidak mampu atau tidak mau membayar. ”Yang saya persoalkan hanya masalah waktu. Belum jatuh tempo kok sudah ditagih,” tuturnya kepada Jawa Pos kemarin (22/11).
Menurut dia, batas waktu pelunasan uang gedung belum habis. Sebab, saat mendaftarkan putranya pada Juni, pihak sekolah menuturkan bahwa uang gedung itu bisa dibayar sampai jangka waktu enam bulan. Artinya, jatuh temponya baru Desember mendatang.
Dia mengakui pernah menerima imbauan terkait dengan permintaan pelunasan uang gedung. Nilainya Rp 3,4 juta. Surat itu diterimanya seminggu sebelum UAS. ” Lha ini masih November. Seharusnya kan bulan depan bayar,” jelas Ummat.
Sebagai wali murid, Ummat menegaskan, dirinya mampu membayar. Secara ekonomi, ayah dua anak itu merasa cukup mampu. Dia bekerja sebagai karyawan mekanik sebuah perusahaan di Kawasan Industri Maspion (KIM), ”Cukuplah kalau untuk anak sekolah,” ujarnya. Dia memang tidak berniat untuk tidak membayar.
Di sisi lain, Kepala Cabang Dispendik Wilayah Gresik Puji Hastuti menguraikan, uang gedung merupakan biaya personal yang tidak masuk bantuan operasional sekolah (BOS). Biaya tersebut masuk komponen biaya dukungan masyarakat. ’’ Jadi, tidak ter- cover BOS,” kata Puji.
Wali murid juga pasti menandatangani surat tersebut saat pendaftaran. Sementara itu, tidak semua uang gedung yang dikeluarkan siswa masuk ke sekolah. Uang tersebut dikembalikan kepada siswa dalam bentuk seragam dan buku.
Kepala SMA Assa’adah Ahmad Ibrahim menyampaikan, siswa mendapatkan tiga setel seragam. Yaitu, seragam olahraga, batik, dan putih-abu. ’’ Jadi, uang tersebut tidak masuk sekolah semua. Ada yang ke siswa dalam bentuk seragam dan buku,” ujar Ibrahim.
Ketua MKKS SMA swasta M. Nasihuddin menyampaikan, saat ini sekolah swasta memiliki kendala biaya. Hal tersebut terjadi setelah tidak lagi mendapatkan bantuan operasional sekolah daerah (bosda) dari Pemkab Gresik.
Dana bosda dihapus seiring dengan alih pengelolaan SMA/ SMK ke provinsi. ”Otomatis sumber pendanaan berkurang. Padahal, bosda sangat membantu,” ungkap Nasihuddin yang juga kepala SMA NU 1 Gresik itu.
Dalam Bosda, siswa mendapatkan Rp 50 ribu per bulan. Jadi, dalam setahun, totalnya Rp 600 ribu per siswa. (mar/c25/ros)