Kalung Pengikat dan Baki Genap
Tradisi Ting Jing atau Lamaran Tionghoa
SURABAYA – Prosesi lamaran dalam adat tertentu memiliki pesan-pesan kebaikan untuk calon mempelai. Begitu pula dalam tradisi Tionghoa.
Lamaran atau ting jing sebetulnya sama dengan lamaran pada umumnya. Yang membedakan adalah barang-barang yang dibawa untuk seserahan ( lihat grafis). Misalnya, pada lamaran atau pertunangan pasangan Yovita Lesmana dan Tinggo Xiao. Meski modern, pesta pertunangan yang digelar Selasa (21/11) itu tidak menghilangkan budaya lamaran Tionghoa.
Di bagian tengah ruangan, tertata delapan baki berisi berbagai macam makanan yang dibawa pihak laki-laki. Angka delapan dipilih keluarga Tinggo karena menyimbolkan kemujuran dan rezeki yang tak pernah putus. Prosesi dimulai dari penjemputan calon pengantin oleh orang tuanya. Setelah itu, dua belah pihak bertemu.
Secara simbolis, MC memandu prosesi dengan berperan sebagai perwakilan pihak laki-laki yang meminta izin kepada orang tua perempuan untuk meminang anaknya. ”Apakah boleh meminta Yovita menjadi bagian hidup Tinggo, Ma? Pa?” ucap MC. Permintaan tersebut dijawab dengan anggukan dan senyuman oleh orang tua Yovita. Tanda anaknya boleh dipinang.
Momen tersebut menjadi saat-saat yang membahagiakan. Hal itu tampak dari senyum yang merekah kala pasangan calon pengantin memeluk erat orang tua mereka setelah melakukan pai (hormat) bersama.
Sebagai tanda pengikat, ibunda Tinggo memberikan kalung kepada Yovita. ”Kamu sudah jadi bagian dari keluarga ini,” lanjut MC memberi narasi. Sebuah kalung emas putih bertatah permata cokelat dilingkarkan di leher Yovita oleh ibunda Tinggo. Para tamu undangan pun bertepuk tangan meriah.
Dalam tradisi Tionghoa, kalung memang merupakan simbol pengikat. Menurut Handjojo Limono, ketua harian Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Provinsi Jawa Timur, kalung adalah simbol ikatan yang dilakukan ibu atau pihak yang dianggap tertua dari keluarga lakilaki. ”Aku sudah lingkarkan kalung. Kamu sudah aku ikat,” ucap Handojo yang menjelaskan arti pemberian kalung pada tradisi lamaran Tionghoa.
Setelah memasangkan kalung, orang tua Tinggo juga memberikan uang susu yang dimasukkan amplop merah. Uang susu merupakan bentuk ucapan terima kasih kepada ibu pihak perempuan karena telah merawat dan membesarkan calon pendamping hidup untuk anaknya. ”Ada pula yang menyertakan uang pesta. Meski demikian, pesta bisa digelar atas biaya patungan maupun satu pihak,” tambah Handjojo.
Acara dilanjutkan dengan ramah-tamah. Kedua keluarga duduk di meja makan untuk makan bersama. Kedua calon pengantin menyuguhkan teh dan semangkuk misoa untuk masing-masing orang tua dan saudara kandung. Setelah perjamuan makan selesai, para tamu pulang dengan membawa bingkisan yang berisi macam-macam makanan dari baki calon mempelai laki-laki yang dikemas cantik. (esa/c7/jan)