Korban Meninggal karena Campak Terbanyak
Asmat-Pegunungan Bintang Masih Butuh Bantuan
JAKARTA – Misi pertolongan terhadap masyarakat Kabupaten Asmat dan Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, berlanjut. Senin pagi kemarin (22/1) Satuan Tugas (Satgas) Kesehatan TNI Kejadian Luar Biasa (KLB) bertolak dari Sentani di Jayapura ke Kampung Pedam di Pegunungan Bintang. Selain menambah tenaga medis, mereka membawa bantuan obat dan bahan makanan untuk petugas dan masyarakat setempat
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel M. Aidi menyampaikan, satgas yang bertugas menyusul tim pertama di Kampung Pedam berangkat bersama Danrem 172/Praja Wira Yakhti Kolonel Infanteri Boni C. Pardede. Selain membawa obat dan makanan, mereka membawa vaksin campak yang rusak dalam perjalanan tim pertama. ”Berikut tenda, genset, radio, dan perlengkapan kesehatan,” kata pria yang akrab dipanggil Aidi itu.
Sesuai dengan perintah Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI George E. Supit, begitu sampai di Kampung Pedam, mereka langsung bergerak. ”Sudah sampai (kemarin). Tapi, belum bisa laporan,” tutur Aidi. Meski membawa radio, minimnya infrastruktur komunikasi di Kampung Pedam membuat prajurit TNI yang dikirim ke sana sulit mengirimkan informasi terbaru. Meski demikian, kata dia, bisa dipastikan mereka langsung memberikan pertolongan kepada masyarakat.
Aidi berani memastikan itu lantaran TNI mengirimkan prajurit ke sana tidak lain untuk memberikan bantuan. Baik layanan kesehatan maupun bantuan lainnya. Apalagi, Kodam XVII/ Cenderawasih juga sudah mewanti-wanti mereka agar melaksanakan arahan Pangdam. Di antaranya, langsung mendirikan posko kesehatan sehingga layanan kesehatan lebih efektif. ”Tim kesehatan (diperintahkan) segera menghimpun data dan inventarisasi jenis penyakit yang mewabah,” jelasnya.
Bukan hanya itu. Mereka juga diperintah untuk memastikan jumlah korban serta persebaran penyakit di Kampung Pedam. Semuanya dilaksanakan sejalan dengan layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Termasuk melakukan vaksinasi yang sempat tertunda. ”Analisis penyebab penyakit dan langkah penanganannya,” terang Aidi. Tugas itu dibarengi inventarisasi bantuan lain yang juga dibutuhkan masyarakat setempat.
Untuk memudahkan komunikasi, prajurit TNI yang sudah diberangkatkan ke Kampung Pedam juga diminta membangun jaringan komunikasi. Dengan demikian, informasi lebih cepat sampai. Baik kepada tim yang berada di Okbibab, Oksibil, maupun tim lain di luar Kabupaten Pegunungan Bintang. Berdasar laporan yang diterima kemarin, Aidi mengungkapkan bahwa 27 korban meninggal di Kampung Pedam, seluruhnya, mengembuskan napas terakhir pada 2017.
Data tersebut menunjukkan, ada korban meninggal sejak pertengahan tahun lalu. ”Kalau dari datanya terakhir (korban meninggal, Red) bulan Desember,” ungkap Aidi. Berbeda dengan kondisi di Kabupaten Asmat, dokter yang diterbangkan ke Pegunungan Bintang mengungkapkan bahwa peristiwa di wilayah yang berbatasan dengan Papua Nugini itu belum tergolong kejadian luar biasa alias bencana kesehatan. ”Namun, tetap menjadi perhatian,” tambah dia.
Sementara itu, pergerakan Satgas Kesehatan TNI KLB di Kabupaten Asmat juga terus berlanjut. Pelayanan kepada masyarakat tidak henti diberikan. Berdasar data Kodam XVII/Cenderawasih, sampai Minggu (21/1) tidak kurang 10.234 anak mendapat pelayanan medis. Tim yang menyebar ke 12 distrik di Kabupaten Asmat sudah masuk ke 107 kampung. Mereka mendata warga yang terdeteksi kena campak mencapai 608 orang.
Jumlah itu jauh lebih besar jika dibandingkan dengan warga yang mengalami gizi buruk, yakni sebanyak 88 orang. Walau demikian, kondisi tersebut tetap mengkhawatirkan. Apalagi jika melihat jumlah korban meninggal dunia yang terus bertambah. Data terakhir yang diperoleh, jumlah anak meninggal dunia karena campak dan gizi buruk di kabupaten tersebut mencapai 69 jiwa. Terdiri atas 65 anak meninggal dunia lantaran campak dan 4 anak lainnya meninggal dunia karena gizi buruk.
Berdasar data itu, seluruh korban berasal dari empat distrik. Yakni, Distrik Pulau Tiga, Distrik Fayit, Distrik Aswi, dan Distrik Akat. Dari empat distrik tersebut, korban meninggal terbanyak berasal dari Distrik Pulau Tiga. Selain empat distrik tersebut, ada anak yang meninggal di RSUD Kabupaten Asmat. Jumlahnya lima orang. Data itu turut menunjukkan bahwa serangan campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat sudah merenggut nyawa masyarakat sejak September tahun lalu.
Laporan Satgas Kesehatan TNI KLB kemarin, seluruh warga yang kedapatan butuh penanganan serius dievakuasi ke RSUD Kabupaten Asmat yang berada di Distrik Agats. Sampai saat ini, tidak kurang 51 anak dirawat inap di RSUD tersebut. Sebanyak 41 anak lainnya menjalani perawatan serupa. Tapi, tidak di RSUD Kabupaten Asmat, yakni di aula Gereja Protestan Indonesia (GPI) Betlehem.
Berkaitan dengan kondisi tersebut, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menyatakan, untuk saat ini pihaknya masih fokus pada penanganan kedaruratan. Bukan hanya di Pegunungan Bintang, melainkan juga di Asmat. Obat-obatan dan tenaga kesehatan Kemenkes harus dikerahkan dengan bantuan TNI karena daerahnya memang sulit dijangkau. ”Anak-anak yang kurang gizi itu dari sisi kesehatan harus kami tangani,” terang Nila di kantor Kemen PAN-RB kemarin.
Selain Kemenkes dan TNI, Polri beserta Kemensos mengirimkan tim untuk mengatasi kondisi darurat di dua daerah itu. Di saat yang sama, tutur Nila, pihaknya sedang merancang upaya agar kejadian serupa tidak terulang. Yang paling utama, dalam jangka pendek tentunya, adalah pemberian makanan tambahan dan imunisasi. Namun, pemberian makanan itu tidak boleh hanya berlangsung satu dua kali.
Pihaknya akan membangun semacam feeding center (pusat permakanan) untuk memantau asupan gizi masyarakat, terutama anak-anak yang diberi makanan tambahan. Dengan begitu, pemantauan bisa dilakukan terusmenerus. ”Memberikan makanan tambahan pada anak itu bukan sekadar kasih makan lalu jadi sehat. Itu memerlukan waktu,” lanjutnya. Untuk jangka panjang, hari ini (23/1) dia berbicara dengan sejumlah kementerian.
Pembicaraan dilakukan untuk memastikan ketersediaan pelayanan dasar di kawasan yang sulit dijangkau. Pihaknya akan melakukan mitigasi, di mana saja kawasan yang dinilai rawan dari sisi kesehatan. Di situlah diharapkan ada kerja sama lintas kementerian untuk membangun layanan dasar.
”Saya perlu akses air bersih, saya perlu listrik,” tuturnya. Berdasar laporan yang dia terima, rata-rata rumah di kawasan tersebut tdiak memiliki sistem sanitasi yang baik.
Begitu juga perilaku masyarakat yang memang perlu diubah, terutama para perempuan. Sebab, mereka harus paham makanan apa yang tepat untuk diberikan kepada anak-anaknya. Tahun ini pihaknya memulai layanan flying healthcare, yakni pengiriman layanan kesehatan melalui udara.
”Kami sudah mulai tahun ini, tapi masih sedikit. Jadi, kami dorong ke daerah Papua yang sulit,” tambahnya. Sementara itu, penempatan tenaga-tenaga kesehatan secara tetap terus diupayakan.