Boleh Tak Ber-SNI asal Dipakai Sendiri
Pemerintah melonggarkan aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk mainan impor. Hanya produk mainan dengan tujuan diperdagangkan kembali yang diwajibkan memperoleh label SNI.
JAKARTA – Dalam rapat antara Kemenperin, Kemendag, Badan Standardisasi Nasional, serta Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu yang berlangsung kemarin, diputuskan ketentuan mainan impor yang boleh tidak ber-SNI. Untuk mainan bawaan penumpang dengan pesawat terbang, maksimal lima barang boleh tidak ber-SNI. Sedangkan untuk pengiriman melalui jasa ekspedisi, maksimal tiga barang dalam tempo 30 hari per orang. Di atas jumlah itu, wajib mengurus SNI.
Pemerintah menegaskan bahwa aturan SNI untuk barang mainan impor tidak bertujuan untuk menyulitkan konsumen. Regulator membuat aturan itu untuk kepentingan keamanan dan melindungi pasar produk mainan dalam negeri.
”Kami bukan ingin menyusahkan, tapi memang perlu ada aturan,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih kepada Jawa Pos kemarin (22/1).
Dia menambahkan, Ditjen Bea dan Cukai tidak bersalah karena apabila menjalankan peraturan SNI wajib. ”Kita berkordinasi dengan baik ketika masyarakat ada keluhan,” ujarnya.
Dia menyebutkan, aturan SNI mainan impor akan direlaksasi selama mainan impor yang di- bawa untuk kebutuhan pribadi dan tidak untuk diperdagangkan. Pembatasan maksimal lima buah untuk barang bawaan dan tiga barang dengan cara pengiriman dilakukan untuk menjamin bahwa barang itu hanya untuk digunakan sendiri.
”Karena di atas jumlah-jumlah itu, tentu kami bisa mengindikasikan bahwa tujuannya diperdagangkan,” ujar Gati.
Dia menegaskan, SNI wajib untuk mainan impor juga bertujuan menjamin keamanan. Sebab, mainan yang sebagian besar dipergunakan anak di bawah umur harus memenuhi banyak ketentuan. ”Bahaya kalau sampai beracun dan sebagainya. Makanya ada aturan itu,” jelasnya.
Polemik tentang SNI wajib untuk produk mainan bermula dari posting video di laman Facebook atas nama Faiz Ahmad pada 11 Januari 2017. Di video yang sempat viral sebelum kemudian dihapus tersebut terlihat seseorang yang merusak mainannya karena dilarang dibawa masuk oleh petugas Ditjen Bea dan Cukai di Bengkulu. Mainan itu dirusak sendiri karena si pemilik kesal dengan larangan Bea dan Cukai yang mewajibkan SNI atas mainan tersebut.
Kewajiban pelabelan SNI didasarkan pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 55/MIND/PER/11/2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/ PER/4/2013 tentang SNI Mainan secara Wajib. Untuk barang bawaan dari mancanegara, termasuk mainan, sebenarnya telah dibebaskan bea masuknya bagi barang dengan harga di bawah USD 500. Namun, ketentuan tentang SNI wajib pada mainan tetap berlaku.
Sementara itu, Asosiasi
Mainan Indonesia
(AMI) merespons positif kebijakan baru tersebut. Ketua Umum AMI Sutjiadi
Lukas dapat memahami bahwa industri mainan lokal perlu diperhatikan agar tidak kalah bersaing dengan mainan impor. ”Kalau semua bisa beli lewat e-commerce, itu industri lokal bisa mati. Kita perlu mempertahankan industri lokal dengan dibuat kebijakan baru,” paparnya. Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea Cukai Kemen- keu Deni Surjantoro menuturkan, aturan baru mulai berlaku hari ini dengan peraturan Kemenperin. ”Bea Cukai kan posisinya di lapangan adalah untuk menegakkan aturan yang dititipkan lembaga atau kementerian lain. Dan yang kasus kemarin itu memang ada aturan SNI dari Kemenperin,” ucapnya.