Jawa Pos

Banyak Opsi Non-invasive Surgery

-

DINYATAKAN positif aneurisma, pasien belum tentu disarankan menjalani operasi. Ya, benar. Dengan catatan, ukuran tonjolan masih di bawah 4 mm. Pada kondisi begini, menurut dr Nur Setiawan Suroto SpBS(K)Vasc, aneurisma bisa dikendalik­an lewat obat. Selain itu, pengidapny­a wajib menjaga pola hidup sehat. Harapannya, tekanan darah (tensi) stabil sehingga aneurisma tidak makin besar.

Jika telanjur membesar, aneurisma biasanya mengganggu. Hal itu dibenarkan dr Amiril Mu’minin SpBS, spesialis bedah saraf yang bergabung dalam Surabaya Neuroscien­ce Institute (SneI) tersebut. Gejala umumnya, menurut dia, berupa pusing. Mulai sakit kepala sebelah sampai sensasi cekotcekot. Jika sudah parah, pasien tidak jarang mengeluh mual, muntah, sampai kejang. Di samping itu, ada gejala lokal, bergantung pada letak aneurisma.

Dengan kemajuan teknologi, aneurisma bisa diatasi lewat bedah non-invasif. ”Prosesnya jauh lebih aman dan tidak perlu melakukan open surgery di area kepala,” ungkap dokter yang berpraktik di RSAL dr Ramelan Surabaya itu. Opsinya mulai coiling (mengisi balon aneurisma dengan kumparan), flow diverter, clipping, maupun wrapping. Bergantung pada letak dan kondisinya.

Iwan menambahka­n, pasien wajib kontrol pascabedah. ”Sebisa mungkin, pasien melakukan foto (CT-scan) tiap tahun untuk mengecek kemungkina­n aneurisma lagi,” paparnya.

Proses operasi yang lebih simpel itu mempercepa­t proses penyembuha­n. Didik menceritak­an, istrinya melalui operasi selama sembilan jam. ”Dari pagi sampai malam. Dini hari esoknya, saya boleh langsung jenguk. Waktu itu, ibu cuma bilang ngantuk,” ucapnya. Pria yang melakoni bisnis desain interior itu menyatakan, proses pemulihan sang istri juga cepat.

Setelah operasi, Nurie hanya sehari berada di ICU, dilanjutka­n dengan rawat inap. Belum genap seminggu, dia pun bebas dari infus.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia