Impor Garam Lampaui Kebutuhan Nasional
JAKARTA – Kemenko Perekonomian dinilai tidak mengindahkan rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam kebijakan impor garam 3,7 juta ton. Dalam neraca dan perhitungan KKP, kebutuhan garam di dalam negeri saat ini, baik konsumsi maupun industri, jika ditotal hanyalah 2,2 juta ton. Kuota impor yang berlebih dikhawatirkan tidak hanya memukul harga. Tapi juga membuat petani malas untuk menambak garam lagi.
”Kami di-override. Rekomendasi kami tidak dipakai,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti dalam rapat dengan DPR kemarin (22/1). Dalam pasal 37 UU 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, disebutkan, impor garam harus melalui rekomendasi menteri. Dalam hal ini menteri KP.
Susi tetap bersikukuh bahwa kebutuhan garam di tanah air setidaknya 2,1 juta ton. Dalam perhitungan lain 2,133 juta ton yang dibulatkan menjadi 2,2 juta ton. Menurut dia, selama ini KKP tidak kurang usaha untuk memajukan dan menghidupkan industri garam rakyat dengan beberapa program. Misalnya
pemberdayaan usaha garam rakyat (pugar) dan penggunaan geomembran.
Pada tahun lalu harga garam di petani berhasil dikondisikan hingga setinggi Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per kilogram. Para petani garam pun merasa senang. ”Yang tahun-tahun sebelumnya nggak bisa beli truk, tahun itu bisa,” kata Susi.
Namun, semua usaha tersebut tidak akan berarti jika pemerintah mendatangkan garam impor yang harganya bisa semurah Rp 600 per kilogram, bahkan bisa Rp 200 per kilogram. ”Kalau digerojok garam impor lagi, ya mati lagi petaninya,” sambung dia.
Anggota Komisi IV DPR Sudin mengaku prihatin atas kebijakan impor garam. Menurut dia, seharusnya kebijakan impor tidak melebihi kebutuhan nasional. ”Semangat kami untuk melindungi petani atau petambak garam,” katanya.