Tes Kesehatan Pertama Jadi Penentu Keberangkatan
SIDOARJO – Tes kesehatan pertama menjadi penentu bagi calon jamaah haji (CJH). Mereka yang dinyatakan istitha’ah (mampu) dari segi medis bisa melunasi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan berangkat ke Tanah Suci. Sebaliknya, mereka yang dinyatakan tidak mampu tak bisa melunasi pembayaran dan pergi haji.
Kebijakan tersebut tertuang dalam aturan yang ditetapkan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) dengan nomor 4001/2018. ”Dulu, istitha’ah
ditentukan dalam pemeriksaan kesehatan kedua,” kata Kepala Seksi (Kasi) Haji dan Umrah Kemenag Sidoarjo Rohmat Nasrudin dalam pertemuan dengan tim kesehatan yang akan memeriksa CJH kemarin (22/1).
Dengan kebijakan tersebut, tidak ada CJH yang dipaksakan berangkat ke Tanah Suci. ”Aturan baru ini benar-benar mengakomodasi kondisi CJH,” tutur Nasrudin. Dengan begitu, mereka yang dinyatakan tidak mampu bisa langsung melakukan pembatalan haji. Sementara itu, mereka yang mengalami kondisi tak mampu sementara bisa tidak membatalkan dengan harapan tahun berikutnya kembali sehat. Dengan begitu, porsi sebagai CJH tetap dimiliki. Tidak otomatis hilang.
Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinkes Sidoarjo dr M Atho’illah menambahkan, keadaan mampu secara kesehatan dibagi menjadi empat. Yakni isthita’ah dengan benarbenar mampu, isthita’ah dengan pendamping, tidak isthita’ah sementara, dan tidak isthita’ah.
CJH yang tidak bisa melunasi BPIH dan berangkat ke Tanah Suci adalah mereka yang benar-benar dinyatakan tidak mampu. Misalnya CJH yang mengalami gagal ginjal kronis, sudah stadium IV. Begitu juga mereka yang menderita stroke dengan stadium sama. ”Pokoknya, mereka yang sudah tidak bisa apa-apa. Hanya terbaring di ranjang,” katanya.
Untuk mengantisipasi kondisi tidak mampu tersebut, CJH akan diberi pembekalan kesehatan. Setahun sebelum keberangkatan, kesehatan mereka mulai diperiksa.