Jawa Pos

Regulasi Persulit Pasokan Bahan Baku

-

SURABAYA – Regulasi impor produk kehutanan bisa berdampak pada kelangsung­an industri kecil dan menengah (IKM) mainan kayu. Sebab, pelaku industri sulit mendapatka­n bahan baku.

Peraturan Menteri Perdaganga­n 97/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Kehutanan antara lain mengharusk­an adanya rekomendas­i impor atau persetujua­n impor. Itu melibatkan supplier atau produsen untuk mengisi uji tuntas. Uji tuntas tersebut berisi informasi tentang kayu yang diimpor.

Nah, ada keengganan eksporter dari negara asal lantaran volumenya yang kecil. ”Kebutuhan kayu tiap IKM hanya 55 meter kubik per tahun,” kata Ketua Bidang Mainan Kayu Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) Jawa Timur Winata Riangsaput­ra.

Volume sebanyak itu cukup untuk kebutuhan bahan baku selama 1–2 tahun. Dengan begitu, ketika pelaku usaha terkait mengimpor plywood tersebut, produsen dari negara pengekspor kurang begitu merespons untuk memberikan data atau informasi dalam mengurus rekomendas­i impor produk kehutanan.

Karena itu, diperlukan kebijakan khusus bagi IKM yang mengimpor produk kehutanan. ”Menurut kami, cukup menggunaka­n sertifikat PEFC, FSC, atau sertifikat sejenisnya yang menyatakan produk kehutanan tersebut legal. Atau deklarasi impor bagi pemegang API-P,” terangnya.

Sebagian besar produk kayu yang berupa plywood tersebut didatangka­n dari Tiongkok. Menurut dia, sulit mencari produk sejenis di dalam negeri. Sebab, plywood tersebut hanya bisa diperoleh dari negara yang memiliki empat musim.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia