Kawasan Tumbuh, NJOP Naik
Pemkot Perkirakan Bertambah 15 Persen
SURABAYA – Nilai jual objek pajak (NJOP) di metropolis mungkin akan berubah. Terutama di titik-titik yang pembangunan infrastrukturnya sudah atau nyaris rampung pada 2018. Pemkot menyatakan, nilainya bergantung pada seberapa pesat pertumbuhan kawasannya.
Pemkot belum menentukan apakah NJOP kembali naik tahun ini. Pada 2016 NJOP sempat stagnan. Kemudian NJOP dinaikkan pada 2017 berdasar Perwali Nomor 2 Tahun 2017.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Surabaya Yusron Sumartono menyebutkan sejumlah faktor pertimbangan kenaikan NJOP. ’’Kenaikan bisa terjadi di ruas jalan yang sudah dilebarkan, penambahan jalur pedestrian, atau box culvert,” terangnya kemarin (25/1)
J
Untuk menaikkan harga NJOP, pemkot juga akan melihat transaksi yang terjadi di kawasan tersebut serta perkembangannya. Kalaupun naik, Yusron memperkirakan sekitar 15 persen. ’’Kami akan mengikuti pasar, kalau nilai transaksinya sudah tinggi, baru naik,” lanjut Yusron.
Sejauh ini, daerah pembangunan baru seperti jalur lingkar luar barat (JLLB) dan jalur lingkar luar timur (JLLT) diperkirakan masih menjadi area dengan kenaikan NJOP paling signifikan. Namun, ada juga kawasan tengah kota yang mungkin mengalami kenaikan karena berdirinya beberapa pusat kegiatan ekonomi baru. Misalnya, ruas Jalan HR Muhammad. ’’Tapi, tidak bisa dikatakan pasti naik di lokasi tertentu,” tuturnya.
Meski kemungkinan akan mengalami kenaikan, Yusron menegaskan bahwa masyarakat tetap bisa memberikan masukan terkait kenaikan NJOP. Selama ini, kata dia, sudah banyak yang mengajukan keberatan terhadap NJOP yang dinilai terlalu tinggi di sejumlah titik. ’’Ada, pelayanan keberatan ada dan bisa kami layani,” terangnya.
Sementara itu, DPRD Surabaya menilai NJOP yang berlaku saat ini sudah cukup tinggi. Tanpa perlu dinaikkan, sebetulnya masyarakat sudah cukup sulit melunasi pajak bumi dan bangunan (PBB). Nilai pajak tersebut dihitung dengan mengacu NJOP. Namun, bukan berarti pemkot tak bisa meningkatkan nominal NJOP untuk beberapa titik. Hanya, sebaiknya tidak dipukul rata.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya Rio Pattiselano mengatakan, banyak warga yang sebenarnya tidak ingin menjual tanah dan bangunan mereka. Namun, karena NJOP melambung, terkadang mau tidak mau warga melepaskan aset mereka tersebut. ’’Sementara tanah itu bisa saja warisan. Mereka tidak akan menjualnya. Namun, ketika tidak mampu membayar PBB, tentu tanah itu akan jatuh ke tangan pengusaha,” terang Rio kemarin.
Kenaikan NJOP, lanjut dia, selama ini memang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Pembangunan pusat perbelanjaan atau hotel ikut mengerek NJOP bangunan di sekitarnya yang masih milik pribadi warga. Menurut dia, NJOP sebaiknya tidak dipukul rata dalam satu ruas jalan yang sama. ’’Karena kemudahan dan fasilitas yang didapatkan di satu ruas jalan itu bisa saja berbeda,” lanjutnya.
Karena itu, Rio menyarankan pemkot agar mengkaji tidak hanya berdasar ruas jalan. Tetapi, juga sesuai dengan kemampuan pemilik objek pajak maupun fasilitas yang didapatkan dari lokasi objek pajak itu. Misalnya, antara bangunan di bagian tengah dan ujung jalan, seharusnya NJOP-nya berbeda. ’’Kalau bisa, untuk 2018, NJOP tidak perlu naik. Ini untuk efisiensi pendapatan juga,” tandasnya.