Berharap Revisi Perda Pelepasan Aset
Warga Ingin Bisa Memiliki Tanah di Surabaya
SURABAYA – Perda pelepasan surat ijo yang sudah berjalan lebih dari setahun belum menarik minat warga. Tingginya nilai jual objek pajak menjadi salah satu alasan mereka tidak bisa memberikan ganti kerugian kepada pemkot. Warga berharap persyaratan dalam perda bisa direvisi.
Salah seorang pemegang surat ijo Cicilia Yulianti menyatakan bahwa sampai sekarang warga masih menyatakan keberatan. Salah satunya soal persyaratan ukuran yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan warga. Dalam Perda Nomor 16 Tahun 2014 itu tertulis tanah yang bisa dilepas adalah yang kurang dari 200 meter persegi. ”Item-itemnya cukup banyak (yang tidak sesuai),” terang perempuan yang akrab disapa Yanti itu kemarin (25/1).
Yanti menuturkan, warga yang keberatan sudah mengajukan permohonan revisi perda pelepasan surat ijo. Namun, timbul kekhawatiran bahwa wacana tersebut ditunggangi kepentingan yang sifatnya lebih politis. ”Ini hanya bentuk spontanitas. Sejak bertahun-tahun lalu kami juga sudah mengajukan,” lanjutnya.
Poin-poin masukan itu mereka
harapkan bisa masuk perda inisiatif untuk revisi perda pelepasan surat ijo. Tetapi, untuk 2018, tidak ada perda tersebut dalam daftar pembahasan DPRD Surabaya. Sementara ini, lanjut Yanti, warga masih mencari tim ahli yang menguasai hukum agraria untuk pemecahan masalah pelepasan surat ijo.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwijono menjelaskan, awalnya perda itu dibuat memang untuk mengayomi pemegang surat ijo di perkampungan.
Karena itu, dibuat aturan maksimal ukuran tanah 200 meter persegi dan hanya di jalan tertentu. Maksimal lebar jalan 8 meter. ”Yang luasnya lebih dari 200 meter tidak bisa. Meski luasnya 200 meter tapi ada di jalan protokol, juga tidak bisa,” terangnya.
Namun, dia tidak menampik, wilayah perkampungan pun terimbas kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) yang memengaruhi nominal pelepasan surat ijo. Misalnya untuk wilayah Pucang. ”NJOP-nya tinggi, sementara yang tinggal di perkampungan kemampuannya rata-rata kelas menegah ke bawah,” lanjut politikus PDI Perjuangan itu.
Dia mengaku belum mengetahui adakah tambahan warga yang mengajukan pelepasan surat ijo sejauh ini. Juga, belum ada pengajuan terkait perubahan perda dari pemkot maupun internal dewan. ”Kalau dirasa (perda tersebut) tidak mengayomi, bisa saja kemudian ada perubahan,” tandasnya.
NJOP-nya tinggi, sementara yang tinggal di perkampungan kemampuannya ratarata kelas menegah ke bawah.”
ADI SUTARWIJONO Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya