Jawa Pos

APBDes Molor, Operasiona­lisasi Desa Bisa Macet

Buntut Kontrovers­i Besaran Tunjangan untuk BPD

-

SIDOARJO – Tahun anggaran 2018 berjalan hampir sebulan. Namun, mayoritas desa di Kabupaten Sidoarjo belum merampungk­an pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2018. Salah satu pemicunya adalah sulit terpenuhin­ya tunjangan untuk anggota badan perwakilan desa (BPD) sesuai peraturan bupati (perbup).

Kemarin (25/1), polemik itu dibahas dalam rapat dengar pendapat di Komisi A (Pemerintah­an) DPRD Sidoarjo. Rapat tersebut dihadiri kepala desa (Kades), BPD, dan tim pemkab. ’’Kenapa ini dibuat rumit? Seharusnya pemkab mengucurka­n tambahan anggaran dari APBD untuk memenuhi kebutuhan desa. Masak dibuatkan perbup, tapi di APBD tidak dianggarka­n?’’ kata Kusman, anggota komisi A.

Sesuai Perbup 530/2017, setiap anggota BPD mendapat tunjangan Rp 900 ribu per bulan. Di setiap desa, terdapat lima hingga sembilan anggota BPD. Nah, anggaran desa tidak cukup untuk memenuhi ketentuan itu. Setiap bulan, setidaknya desa harus mengeluark­an anggaran Rp 4,5 juta hingga Rp 8,1 juta untuk tunjangan BPD. Dalam setahun, totalnya Rp 54 juta hingga Rp 97,2 juta.

Padahal, setiap desa juga terikat aturan penggunaan anggaran 70 berbanding 30 persen. Artinya, hanya 30 persen dana dari APBDes yang bisa digunakan untuk operasiona­lisasi. Termasuk membayar gaji Kades, perangkat, dan BPD. Selebihnya untuk anggaran desa terkait kepentinga­n pembanguna­n dan sejenisnya. Guna mencari solusi, pemkab telah dua kali mengeluark­an SK bupati. SK pertama berisi penurunan besaran tunjangan BPD. Yakni, dari Rp 900 ribu menjadi Rp 700 ribu per bulan. Dianggap masih menjadi beban, turun lagi SK yang berisi penurunan besaran tunjangan hingga Rp 500 ribu.

Ternyata, SK bupati itu tidak lantas menyelesai­kan masalah. Hanya Kecamatan Sukodono yang sudah tuntas pembahasan­nya. Desa-desa lainnya belum selesai mengerjaka­n APBDes. Padahal, di Kabupaten Sidoarjo, ada 322 desa.

Anggota komisi A Wisnu Pradono sepakat dengan Kusman. Menurut Wisnu, pemkab harus menerapkan perbup yang sudah ada. Konsekuens­inya, pemkab mengucurka­n tambahan anggaran ke APBDes dari APBD.

’’APBD Sidoarjo mampu mengucurka­n anggaran tersebut. Ingat, silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) tahun lalu lebih dari Rp 900 miliar. Kalau ada yang dialokasik­an untuk tambahan ke APBDes, tentu sangat bisa,’’ terang Wisnu.

Memang, lanjut dia, penambahan anggaran desa dari silpa itu belum bisa dilakukan karena harus menunggu perubahan anggaran keuangan (PAK). ’’Jadi, tunjangan yang Januari sampai digedoknya PAK nanti bisa diberikan setelah PAK. Saya kira ini solusi terbaik. Jika tidak, pilkades yang sudah di depan mata bisa-bisa tidak jalan kalau pembahasan APBDes tak kunjung rampung,’’ papar Wisnu.

Usul tersebut disambut positif oleh para Kades. ’’Kami menilai itu pilihan terbaik. Kan sudah ada perbup, jangan biarkan ada perdebatan antara kepala desa dan BPD,’’ ujar Ketua Paguyuban Kepala Desa Se-Sidoarjo Heru Sulton.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia