Jaga Kualitas Infrastruktur
Di balik ingar-bingar pemberitaan pembangunan dan peresmian infrastruktur, terselip kisah pilu kasus-kasus kecelakaan konstruksi akibat kesalahan teknis dan kecerobohan. Yang terbaru, kasus jatuhnya launcher girder crane dalam proyek konstruksi doubledouble track kereta api segmen Manggarai– Jatinegara di Jakarta kemarin. Empat pekerja menjadi korban.
Merujuk pada data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, ini adalah kecelakaan konstruksi ke-15 dalam empat bulan terakhir. Sungguh angka yang memiriskan. Beberapa analisis menyebut kebut-kebutan proyek sebagai penyebabnya. Namun, pemerintah membantah dengan menegaskan bahwa semua proyek sudah memiliki jadwal pengerjaan yang terukur.
Harus diakui, saat ini proyek infrastruktur memang digarap dalam kecepatan tertinggi sepanjang sejarah republik ini. Contohnya, pembangunan jalan tol. Sepanjang tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, sudah dibangun 568 kilometer jalan tol.
Angka pembangunan jalan tol itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan 10 tahun periode pemerintahan SBY yang hanya membangun 212 kilometer jalan tol. Bahkan, sepanjang 32 tahun era Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto, pembangunan jalan tol hanya 490 kilometer.
Nah, salah satu fakta menarik adalah waktu kecelakaan yang sebagian besar terjadi pada malam hingga pagi. Di Jakarta, beberapa proyek memang dibangun bersebelahan dengan jalan. Karena itu, mobilisasi alat-alat berat hanya bisa dilakukan menjelang tengah malam hingga dini hari agar tidak memperparah kemacetan.
Lelah dan kantuk pun wajar menghinggapi para pekerja di lapangan pada jam-jam tersebut. Karena itu, pengawasan pada saat seperti itu harus diperketat. Aspek desain dan aspek konstruksi boleh saja sudah memenuhi syarat. Namun, ketika dalam eksekusinya terdapat setitik keteledoran, akibatnya sangat fatal.
Dalam pengerjaan proyek skala besar yang melibatkan alat-alat berat dan desain konstruksi rumit, setidaknya ada dua variabel penting yang harus benar-benar diperhatikan. Yakni, variabel risiko berbasis management system dan variabel risiko berbasis human system.Duavariabelituharus jadi pedoman dalam tiap proses konstruksi.
Misi mengejar ketertinggalan infrastruktur tak bisa sekadar memprioritaskan kuantitas. Kualitas pun harus terjaga dengan prima. Jangan sampai kasus-kasus kecelakaan konstruksi menjadi noda hitam dalam buku sejarah pembangunan infrastruktur Indonesia. (*)