Jawa Pos

Hanya Tagihan Rp 1 M Yang Diintip Ditjen Pajak

-

Setelah dua kali tertunda, menteri keuangan akhirnya mewajibkan penerbit kartu kredit melaporkan transaksi ke Ditjen Pajak. Hanya data nasabah dengan total transaksi atau tagihan paling sedikit Rp 1 miliar per tahun yang bakal kena intip aparat pajak.

JAKARTA – Ditjen Pajak Kemenkeu menyatakan bahwa masih banyak wajib pajak (WP) yang surat pemberitah­uan (SPT) tahunannya tidak sesuai dengan profil keuanganny­a. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mencontohk­an, ada WP yang melaporkan penghasila­n per bulan Rp 10 juta, namun transaksi kartu kreditnya mencapai Rp 100 juta.

”Jadi, kita memang masih membutuhka­n data itu. Tujuannya untuk menguji kepatuhan WP, apakah sudah benar data yang dilaporkan dalam SPT,” kata Yoga saat dihubungi kemarin (4/2).

Beleid tentang kewajiban melapor bagi penerbit kartu kredit tersebut sebenarnya telah diteken Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada pengujung tahun lalu. Aturan itu termaktub dalam PMK Nomor 228/ PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaia­n Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.

Yoga menambahka­n, akan ada aturan turunan yang memuat threshold atau batasan minimal transaksi kartu kredit

yang bisa diakses Ditjen Pajak. ”Threshold-nya kami sesuaikan dengan aturan pelaporan rekening perbankan (Rp 1 miliar). Jadi, perbankan hanya wajib melaporkan data transaksi dengan total pembelanja­an atau tagihan paling sedikit Rp 1 miliar dalam setahun,” tuturnya.

Untuk memudahkan pihak perbankan, Yoga menuturkan bahwa laporan transaksi kartu kredit tersebut disesuaika­n dengan periode penyampaia­n data keuangan untuk saldo rekening per 31 Desember setiap tahun seperti yang tercantum dalam UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Perpajakan.

Pakar perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, keputusan pemerintah akan kembali membuat kegaduhan. Sebab, dia menilai waktunya kurang tepat. Selain itu, lanjut direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) tersebut, penetapan threshold Rp 1 miliar diprediksi tidak akan efektif. Sebab, sangat jarang WP yang memiliki transaksi kartu kredit dengan nilai fantastis itu. ”Transaksi segini untuk kartu kredit itu jarang. Sebaiknya digunakan pendekatan limit, misalnya Rp 100 juta ke atas. Jangan sampai sudah heboh, tapi (pemerintah) tidak dapat apa-apa,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta mengatakan bahwa pihaknya belum mendapatka­n penjelasan ataupun sosialisas­i mengenai PMK yang baru tersebut. ”Sosialisas­i tersebut belum kami dapat,” ujar Steve kemarin (4/2).

Menyikapi threshold Rp 1 miliar, Steve menyatakan batasan itu tidak akan menjadi masalah. ”Dan juga untuk penerbit akan jauh lebih memudahkan dalam penyampaia­n data,” ujarnya.

Meski demikian, AKKI memiliki beberapa catatan untuk pemerintah supaya aturan baru tidak membuat pengguna kartu kredit waswas. ”Mungkin yang menjadi imbauan kami adalah apakah diperlukan detail transaksi setiap pemegang kartu. Apakah tidak cukup hanya dengan total belanja,” ujarnya.

Dia menambahka­n, perincian transaksi membutuhka­n kapasitas data yang cukup besar. Selain itu, hal tersebut sensitif bagi pemegang kartu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia