Jawa Pos

Dorong Pemkot Maksimalka­n Kawasan Heritage

-

Pariwisata menjadi salah satu industri berprospek sangat cerah di Surabaya. Jika dimaksimal­kan, tentu saja hasilnya dapat berkontrib­usi langsung dan menyejahte­rakan masyarakat.

DPRD Kota Surabaya secara intens terus memonitor berbagai potensi yang dapat meningkatk­an kualitas hidup dan kesejahter­aan masyarakat. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Darmawan menyebutka­n bahwa salah satu sektor potensial tersebut adalah pariwisata. Terutama wisata heritage yang semakin menjadi ikon Kota Pahlawan.

”Saat ini Pemerintah Kota Surabaya memang sudah berupaya menggerakk­an perekonomi­an kota melalui sektor pariwisata dengan memanfaatk­an wisata heritage. Namun masih kurang maksimal,” jelas Darmawan.

Menurut Aden, sapaan akrab Darmawan, julukan Kota Pahlawan yang menempel di Surabaya membuatnya memiliki ratusan situs bangunan peninggala­n zaman kolonial Belanda. Namun sayang, masih ada kawasan heritage yang kurang dikenal masyarakat atau pemerintah. Padahal, kawasan tersebut berpotensi menjadi penggerak perekonomi­an jika dikemas menjadi wisata heritage.

Aden pun berinisiat­if menelusuri jejakjejak heritage untuk membuktika­n eksistensi bangunan-bangunan kuno tersebut. Beberapa yang didatangi adalah kawasan historis, namun belum terekspos luas. Salah satunya adalah kampung Bureng di Karang Rejo VI, Ketintang, Surabaya.

Kampung Bureng merupakan kawasan pesantren yang diperkirak­an sudah ada sejak 1789 dan masih beroperasi hingga saat ini. Pondok pesantren Bureng diyakini merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Surabaya. Meski data yang menjelaska­n tentang berdirinya belum ditemukan.

Kesan heritage di Kampung Bureng terasa kuat berkat masih banyaknya bangunanba­ngunan peninggala­n zaman kolonial. Beberapa bangunan memang sudah dipugar, namun atmosfer klasiknya masih terasa. Salah satu bentuk bangunan yang masih mengandung gaya arsitektur kolonial adalah Masjid At Taqwa (sebelumnya Masjid Bureng), beberapa rumah di sekitar pesantren, dan jam matahari bernama pandom yang saat ini sudah tidak berfungsi lagi.

Salah satu yang masih mengusung gaya arsitektur zaman kolonial adalah rumah Khoiron Syah. Beliau merupakan keturunan keluarga asli Bureng. Khoiron menjelaska­n rumahnya memang sedikit dipugar, namun itu tidak mengurangi unsur historis.

Khoiron menambahka­n, saat ini keluarga besar Bureng berusaha mencari kebenaran tentang sejarah Bureng yang masih buram. Upaya tersebut dibantu peneliti sejarah peradaban Islam di Bureng bernama M Reza Abadi. Usaha itu membuahkan hasil. Beberapa titik terang mulai muncul.

Aden pun berharap upaya yang dilakukan warga Kampung Bureng mendapat dukungan Pemkot Surabaya. Tujuannya agar Kampung Bureng menjadi salah satu cagar budaya yang dilindungi. ”Sayang sekali, bukti otentiknya kurang kuat. Cuman pandem atau jam matahari ini, ini pun nggak ada prasasti atau semacamnya. Tulisan peninggala­n VOC yang ada di masjid juga sudah ditutup dengan ubin,” ungkap Aden.

Lokasi lain yang menyita perhatian Aden adalah Masjid Rahmat. Masjid tertua di Surabaya tersebut merupakan peninggala­n Kenjeng Raden Rahmatullo­h atau yang dikenal sebagai Sunan Ampel. Meski telah dipugar, namun bentuk bangunan masjid masih sarat akan unsur sejarah.

Di lokasi tersebut, Aden diajak berkelilin­g Imam Besar Masjid Rahmat Ahmad Muriadi melihat langsung peninggala­n Sunan Ampel. ”Masjid ini merupakan masjid pertama yang didirikan Sunan Ampel. Dibangun pada 1470, Masjid ini dulunya bernama langgar tiban, dan berganti nama menjadi Masjid Rahmat pada 1965 yang diambil dari nama asli Sunan Ampel,” papar Ahmad.

Salah satu solusi yang ditawarkan adalah memusatkan UMKM di titik-titik kawasan heritage. Aden memang menyadari bahwa saat ini Pemkot Surabaya kembali menggalakk­an peran UMKM sebagai pahlawan ekonomi. Untuk itu Aden berharap agar para pelaku usaha UMKM bisa dilokalisa­si di kawasan wisata heritage.

Aden juga mengajak masyarakat agar lebih peduli dan menghargai kelestaria­n kawasan heritage. ”Jika dibandingk­an dengan masyarakat luar negeri, kepedulian kita terhadap sejarah jauh tertinggal,” ujarnya.

Aden juga menyoroti beberapa potensi wisata yang seharusnya dapat lebih dimaksimal­kan Pemkot Surabaya. Salah satunya adalah Hutan Mangrove di wonorejo dan Gunung Anyar. Menurutnya, kedua destinasi wisata itu sangat potensial, tapi masih kurang maksimal. ”Saya pernah lihat di suatu daerah di luar Surabaya. Di Hutan Mangrove-nya itu ada hotelnya, ada cafe, restoran, jadi roda perekonomi­an sekitar bisa berjalam dengan baik,” tegasnya.

 ?? AHMAD KHUSAINI/JAWA POS ?? KEMASAN HARUS MENARIK: Rumah bergaya zaman kolonial milik Khoiron Syah di Kampung Bureng (foto kiri). Destinasi lain yang juga harus ditampilka­n jadi lebih menarik adalah Benteng Kedung Cowek.
AHMAD KHUSAINI/JAWA POS KEMASAN HARUS MENARIK: Rumah bergaya zaman kolonial milik Khoiron Syah di Kampung Bureng (foto kiri). Destinasi lain yang juga harus ditampilka­n jadi lebih menarik adalah Benteng Kedung Cowek.
 ?? ERWIN ZULFIKAR/JAWA POS ??
ERWIN ZULFIKAR/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia