Agar Kian Sayangi Pendet dan Rejang Dewa
SURABAYA – Menari sudah pasti membutuhkan keluwesan. Namun,bagaimanaagarpesandapattersampaikandengangerakan dan ekspresi wajah yang tepat? Hal tersebut tidak mudah.
Poin itulah yang menjadi titik penilaian dalam lomba tari pendet dan tari rejang dewa di balai Pura Agung Jagat Karana kemarin (4/2). Acara tersebut merupakan rangkaian dari upacara Yadnya yang dihelat sejak bulan lalu.
Penilaian terbagi empat. Pertama, wirupa atau kostum dan tata rias. Kedua, wirama atau kesesuaian gerakan dengan musik. Ketiga, wirasa alias penjiwaan dan ekspresi. ’’Menari tak sekadar bergerak. Harus ada penjiwaannya,’’ kata Wayan Sumadita, ketua panitia Festival Keagamaan Hindu Banjar Surabaya 2018.
Keempat adalah wiraga. Yakni, penilaian pada agem, pandang, dan tangkis. ’’Kalau istilah pada silat, itu seperti kuda-kuda,’’ jelasnya.
Wayan menuturkan, pendet merupakan tarian untuk menyambut tamu. Sementara itu, tari rejang dewa dibawakan ketika upacara keagamaan di dalam pura. Terutama di bagian utama mandala yang digunakan untuk sembahyang. Tari rejang dewa juga menjadi bagian dari ibadah dan wujud rasa syukur.
Melalui ajang tersebut, pihaknya ingin mengakomodasi para remaja agar bisa mengenal tari tradisional mereka sendiri. ’’Karena tarian ini sudah dikenal secara internasional, terutama tari pendet, sayang kalau kita tidak mengenalnya,’’ ujarnya.