Hutan di Puncak Tersisa 13 Persen
PERMASALAHAN lingkungan di kawasan Puncak, Bogor, bisa berdampak pada DKI Jakarta. Banjir yang menerjang ibu kota kemarin disebabkan adanya kiriman air dari daerah yang terletak di sisi selatan Jakarta itu.
Parahnya, kondisi beberapa kawasan di Bogor ternyata sangat kritis
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyatakan, banyak kawasan di Puncak yang gundul. Berdasar data Kementerian LHK, vegetation cover alias areal hutan padat yang tersisa hanya 13 persen.
”Jadi, sudah bisa kebayang kan, run off tinggi, erosi, dan lain-lain. Semua bisa terjadi,” katanya di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.
Berkurangnya hutan itu kemudian diperparah jumlah permukiman di wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang meningkat tajam. Untuk DAS Sungai Ciliwung saja, sejak 1998 hingga 2008, jumlah permukiman meningkat 3,5 kali lipat. ”Apalagi sekarang ke 2018. Jadi, betul-betul situasinya harus kita ikuti,” imbuhnya.
Selain lingkungan, faktor cuaca sangat berperan pada longsor dan banjir kiriman yang melanda Jakarta. Dari beberapa titik yang diawasi di kawasan Puncak, curah hujan rata-rata mencapai 150 milimeter (mm) per hari. Misalnya, di Gunung Mas (151 mm), Greenhills (148 mm), dan Riung Gunung (151 mm).
Angka tersebut, lanjut Siti, terhitung cukup tinggi. Sebagai perbandingan, untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur saja, dalam setahun, curah hujan hanya 700– 900 mm. ”Bayangin kalau NTT misalnya cuma 700 mm, paling tinggi 900 mm setahun, ini 151 mm sehari,” ujarnya.
Terkait dengan penanggulangan lingkungan di kawasan Puncak dan DAS, Kementerian LHK sudah melakukan penelitian. Hasilnya, pembuatan biopori di kawasan tersebut sangat direkomendasikan daripada pembuatan dam atau bendungan. Sementara itu, untuk banjir Jakarta, persoalannya bisa lebih kompleks karena melibatkan DAS di Bogor, Depok, hingga kawasan ibu kota.