Segera Perkuat Industri Manufaktur
INDUSTRI manufaktur menjadi sektor yang krusial bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab, pertumbuhan sektor industri pengolahan atau manufaktur stagnan di angka 4,27 persen. Kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun, yakni dari 21,07 persen pada 2016 menjadi 20,16 persen pada 2017. Padahal, manufaktur merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang paling riil.
Ekonom Chatib Basri menyatakan, pertumbuhan ekonomi 5,07 persen tahun lalu memang menunjukkan perbaikan. Tetapi masih belum bisa setinggi Thailand, Malaysia, dan Filipina yang tumbuh sekitar 6 persen. Bahkan, Vietnam telah tumbuh 7,5 persen. ’’Kenapa ekonomi tetangga bisa melompat, sedangkan kita lari cepat saja tidak bisa. Sebab, mereka basisnya manufaktur. Sedangkan kita banyak bertumpu pada manufaktur, tapi yang berbasis natural resources (sumber daya alam),’’ kata Chatib dalam Mandiri Investment Forum 2018 di Jakarta kemarin (7/2).
Dari sisi makroekonomi, Indonesia telah menunjukkan perbaikan. Misalnya, dari fiskal, defisit anggaran, balance of payment (bop), dan inflasi, semua sudah cukup baik. Namun, sektor riilnya kurang tumbuh. Menurut mantan menteri keuangan itu, Indonesia tidak bisa hanya bertumpu pada upah buruh murah dan pengolahan komoditas. Manufaktur berbasis komoditas terlalu volatil karena pergerakan harga menjadi faktor penentunya. Sementara itu, upah buruh murah menjadi tidak berguna jika tidak dibarengi investasi untuk peningkatan kualitas SDM.
Bagi perbankan, penyaluran kredit kepada industri manufaktur dinilai punya risiko yang lebih rendah dibanding sektor lainnya. Namun, belum banyak bank yang mau mengeksplorasi peluang di sektor tersebut. Di Bank Mandiri, misalnya, fokus penyaluran kredit lebih banyak ke sektor infrastruktur, komoditas sawit, dan kredit konsumsi. ’’Manufaktur buat bank memang belum menjadi primadona. Sekarang masih sedikit perusahaan yang membangun fasilitas hilirisasi manufaktur. Yang banyak itu hilirisasi CPO (crude palm oil),’’ kata Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Kartika Wirjoatmodjo.
Namun, menurut dia, industri manufaktur sebenarnya memberikan peluang prospektif bagi perbankan. Sebab, industri tersebut mampu menyerap banyak lapangan kerja.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menambahkan, industri manufaktur Indonesia perlu didukung inovasi dan teknologi. Namun, untuk maju dari segi perkembangan teknologi, Indonesia masih perlu waktu. ’’Jadi harus ada kombinasi dari kualitas SDM, kelembagaan, inovasi, dan produktivitas agar bisa mendorong ekonomi lebih sustain. Kalau manufaktur tidak ada inovasi dan perkembangan teknologi, nanti kita ketinggalan dengan negara lain,’’ tuturnya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani menambahkan, manufaktur yang kurang dominan menjadi penyebab ekspor Indonesia tidak maksimal. Ketika harga komoditas naik, perekonomian Indonesia menggeliat. Namun, ketika harga komoditas turun, ekonomi Indonesia juga terkontraksi. Untuk mengatasi volatilitas tersebut, Indonesia perlu meningkatkan sektor manufaktur. ’’Kalau dilihat kenapa sih ekspor kalah, karena produk ekspor Indonesia hampir 80 persen komoditas. Ekspor kita selama ini sangat bergantung komoditas dan itu tidak sehat,’’ ungkapnya.