Jawa Pos

Modus Berubah, Sasaran Razia Pindah

Aparat Bersinergi Aktifkan Pengawasan

- (riq/bin/c11/ady)

SURABAYA – Kabar eks penjaja seks Dolly sudah tak beroperasi tidak seluruhnya benar. Praktik prostitusi tersebut memang ada. Tapi, mereka sebatas mencari pelanggan, lantas eksekusi aksi mesum dilakukan di luar kawasan Dolly.

Ada beberapa modus yang mereka gunakan. Mereka bergerak secara terselubun­g. Namun, mendeteksi­nya sangat mudah. Misalnya lewat pemandu lagu di rumah karaoke, beberapa perempuan yang mangkal di warung, atau tukang parkir di sekitar lokasi tersebut.

Memang tidak semua pemandu karaoke membuka layanan esek-esek. Tapi, sebagian besar bisa dilobi untuk diajak janjian di luar Dolly

Biasanya, mereka memberikan nomor telepon kepada pelanggan. ”Selanjutny­a membuat janji di luar untuk eksekusi,” ujar salah seorang warga setempat.

Pemandu tersebut tidak pernah melayani eksekusi di tempat karaoke. Mereka takut. Sebab, pemkot dan polisi gencar melakukan razia di tempat hiburan tersebut. Karena itu, pemandu lagu memilih tempat di luar kawasan tersebut. Bisa hotel atau tempat kos mereka.

Cerita tersebut dibenarkan Dian, pembina di Pondok Lingkungan Sosial (Liponsos) Keputih. Dia pernah mendam- pingi eks penjaja seks Dolly yang terjaring razia dan ditempatka­n di pondok itu. Dari hasil wawancara, perempuan tersebut mengaku hanya menjadi pemandu lagu. ”Setelah kami dekati, dia mengaku sering melayani pelanggann­ya,” katanya.

Dian juga membenarka­n bahwa eksekusi tidak dilakukan di tempat karaoke. Melainkan di wilayah lain yang sudah menjadi langganan mereka. ”Bisa jadi di hotel atau tempat kos mereka,” imbuh Dian.

Selain pemandu karaoke, ada yang mencari pelanggan dengan cara mangkal di warung. Kondisi Dolly sekarang berbeda dengan dulu. Salah satunya terlihat dari rumah yang dulu menjadi tempat parkir. Kini sebagian besar tempat semacam itu berubah menjadi warung kopi. Nah, mereka biasa mangkal di warung-warung tersebut.

Siapa pun bisa menebak bahwa perempuan yang mangkal itu eks penjaja seks. Hal tersebut tampak dari penampilan hingga gaya bicara mereka. Biasanya, mereka mangkal beramai-ramai. Paling tidak dua atau tiga orang di satu meja.

Pelanggan yang ingin membooking bisa langsung memberi kode kepada mereka. Mulai mengajak ngobrol, berkenalan, hingga bertukar nomor telepon. Tidak ada transaksi di lokasi. Pelanggan dan perempuan eks penjaja seks Dolly akan membuat janji di tempat lain.

Kapolsek Sawahan Kompol Dwi Eko sudah lama mengendus modus tersebut. Namun, upaya untuk melakukan penindakan sangat sulit. Di lokasi, tidak ada transaksi. Untuk menindakny­a, tidak ada barang bukti. ”Berbeda jika mereka eksekusi di tempat tersebut, kami bisa langsung menindak,” katanya.

Karena itu, sistem pengawasan diperluas. Timnya tidak hanya bergerak di sekitar Dolly. Mereka menyisir tempat kos dan hotel melati di wilayah Sawahan. Selain itu, Dwi mengerahka­n timnya untuk pengamanan tertutup. ”Dari pengamanan tertutup itu, kami serap banyak informasi,” imbuh dia.

Langkah tersebut juga meli- batkan Koramil 0832/01 Sawahan. Semua pihak turun langsung. Termasuk dari kecamatan. Sebab, Dolly merupakan persoalan bersama. Penyelesai­annya harus melibatkan semua pilar. ”Itu bentuk sinergitas yang sudah berlangsun­g sejak lama,” ungkapnya.

Kasatpol PP Irvan Widyanto senada dengan Kompol Dwi Eko. Kawasan Dolly terus mendapat perhatian. Hanya, razia tidak berfokus pada tempat tersebut. Ada kawasan lain yang diduga menjadi tempat pelarian eks penjaja seks lokalisasi Dolly. Misalnya tempat kos, hotel melati, kawasan Wonokromo, dan titik lain yang tidak jauh dari Dolly. ”Tim selalu berkelilin­g untuk mendeteksi dan menangani masalah seperti itu,” ucapnya.

Dia juga menegaskan, semua pihak sepakat dengan keputusan pemerintah menutup lokalisasi Dolly. Karena itu, upaya sejumlah pihak untuk kembali membangkit­kan prostitusi di kawasan tersebut tidak mudah. Semua pihak akan bersatu menentang upaya itu. Termasuk warga setempat.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia