75 Guru Besar Desak Ketua MK Mundur
Dewan Etik Jatuhkan Sanksi Dua Kali
JAKARTA – Desakan agar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengundurkan diri semakin menggema. Kemarin (14/2) sepucuk surat terbuka dari 75 guru besar berbagai kampus ternama dibacakan. Isinya, Arief yang telah dijatuhi dua kali sanksi dari Dewan Etik MK itu diminta mundur untuk menjaga martabat sekaligus kredibilitas MK.
Surat tersebut dibacakan bersamaan dengan diskusi yang digelar Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni)
dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera di kantor Iluni, kemarin. Guru besar yang menandatangani surat, antara lain, Azyumardi Azra (UIN Syarif Hidayatullah), Bambang Widodo Umar (UI), Budi Santosa (ITS), Komaruddin Hidayat (UIN Syarif Hidayatullah), Bagong Suyanto (Unair), Rhenald Kasali (UI), dan Rusli Muhammad (UII).
”Perilaku tidak etis di kalangan hakim, apalagi ketua MK, tidak hanya dapat meruntuhkan kepercayaan publik, tapi juga bisa menghasilkan keputusan MK yang partisan,” ujar Azyumardi.
Arief telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Pada 2016 Arief pernah mendapat sanksi etik berupa teguran lisan. Sebab, dia terbukti membuat surat titipan alias katebelece untuk kerabatnya. Untuk sanksi kedua, Dewan Etik MK menyatakan bahwa Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan. Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengatakan, MK akan berpegang teguh pada ketentuan yang ada. Fajar menjelaskan, soal layak atau tidaknya Arief sebagai hakim karena kasus etik, itu merupakan kewenangan dewan etik. Putusan hanya melakukan pelanggaran ringan. Dengan demikian, sanksinya hanya teguran, bukan pemberhentian. ”Ketika sudah ada keputusan dewan etik, maka keputusan itulah yang kemudian wajib ditaati,” ujarnya.
Perilaku tidak etis di kalangan hakim dapat meruntuhkan kepercayaan publik.”
AZYUMARDI AZRA Guru besar UIN Syarif Hidayatullah