Jawa Pos

Pembebasan JLLT Lebih Berat

Penilai Harus Taksir Banyak Persil Warga

-

SURABAYA – Jasa profesi penilai atau yang biasa disebut tim appraisal sedang dibutuhkan pemkot. Sebab, tahun ini, pemkot sedang gencar membangun jalan baru. Salah satu tantangan berat akan dihadapi mereka saat menaksir harga tanah yang dilintasi jalan lingkar luar timur (JLLT).

Ketua Forum Kantor Jasa Penilai Publik Jatim Wahyudi Utomo menyatakan bahwa pembebasan JLLT melintasi sejumlah persil milik warga, bukan pengembang. Tantangan bakal muncul saat banyak warga yang mengantong­i surat kepemilika­n tanah petok D atau leter C.

Kondisi itu mengakibat­kan harga tanah lebih murah ketimbang lahan yang telah disertifik­atkan. Namun, warga terkadang tak mau tahu. Saat ada perbedaan harga, mereka akan melakukan protes. ”Ini juga harus dipaham- kan,” katanya ketika berbicara dalam acara pendidikan profesiona­l lanjutan para penilai di Hotel Santika Premiere Gubeng kemarin.

Kendala lainnya adalah pembebasan tanah yang melompatlo­mpat.

Pembebasan­nya tidak dilakukan dari utara ke selatan atau sebaliknya, melainkan didasarkan pada peta bidang yang telah dikeluarka­n.

Warga terkadang mempertany­akan ketika tetanggany­a tidak terdampak, sedangkan dirinya harus pindah karena pembanguna­n

jalan. Tim appraisal yang nanti mendapat tugas di JLLT harus siap menerangka­n kondisi itu. Tugas penilai akan lebih mudah apabila transparan dalam bekerja. ’’Selama kami terbuka, masyarakat pasti percaya,” jelas Wahyudi.

Dia melanjutka­n, 142 bidang tanah untuk JLLB di Sememi sempat deadlock. Warga tak percaya dengan independen­si tim appraisal. Mereka dituding tak terbuka dan rawan curang. Tudingan tersebut sempat didengar Wahyudi saat hearing di komisi C pada Senin (12/2). Menurut dia, hal itu sudah menjadi risiko profesinya.

Ketika itu, Ketua Komisi C DPRD Surabaya Syaifudin Zuhri sempat mencecarny­a dengan pertanyaan yang menyudutka­n. Pada intinya, pekerjaan tim appraisal kerap didasarkan pada opini dan diragukan akurasinya.

Contohnya, saat tim appraisal menyurvei harga tanah di sekitar kawasan yang akan dibebaskan. Jika hal itu menjadi salah satu tolok ukur tim appraisal, oknum yang ingin memanfaatk­an momen tersebut bisa mengatur agar warga memasang harga tinggi.

Wahyudi mengaku pernah menjumpai praktik itu di lapangan. Dia mewanti-wanti para penilai agar berhati-hati dengan modus tersebut. Sebab, data pembanding untuk menentukan harga tak hanya diperoleh dari wawancara. Tim penilai juga harus membanding­kan harga jual dengan transaksi sebelumnya.

”Harus hati-hati. Sebab, banyak yang curang. Jika terlalu besar memberi harga, kita akan dianggap merugikan negara,” tuturnya kepada puluhan peserta yang hadir. Dia menambahka­n, masalah JLLB sudah tuntas. Warga akhirnya mau menerima penaksiran.

Harus hati-hati. Sebab, banyak yang curang. Jika terlalu besar memberi harga, kita akan dianggap merugikan negara.”

WAHYUDI UTOMO Ketua Forum Kantor Jasa Penilai Publik Jatim

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia