Jawa Pos

Dimakan Langsung Enak, Campur Teh atau Susu Juga Lezat

Keluarga Mbah Timin, Pembuat Roti Kompyang sejak 1960 (1)

-

Roti kompyang adalah makanan tradisiona­l Tiongkok. Peminatnya pun banyak warga dari etnis Tionghoa. Di Sidoarjo ada pembuat kompyang sejak 1960-an. Hingga kini tetap bertahan.

FIRMA ZUHDI AL FAUZI

ASAP putih mengepul dari dapur Mbah Timin, warga Desa Kedungsumu­r, Krembung. Kemarin (14/2) pria kelahiran 1933 itu sedang membuat kompyang. Dia didampingi Yamani, istrinya, dan dua anaknya. Meski sudah sepuh, Timin tetap rutin membuat kompyang.

Kompyang berbahan dasar tepung terigu dengan dicampur air dan sedikit garam. Lalu, dibentuk bulat pipih dan diberi taburan wijen di atasnya. Memasaknya tidak boleh sembaranga­n. Menggunaka­n tungku. ”Bukan sembarang tungku, pesan khusus ke Malang. Pembuat satu-satunya di sana,” kata Suharti, anak Timin.

Tungku itu mirip gentong berukuran besar. Diameterny­a sekitar 70 sentimeter. Bahannya dari tanah liat. Agar bisa digunakan untuk membuat kompyang, gentong besar tersebut dilapisi dinding semen dan pasir. Lapisan paling luar berupa anyaman bambu.

Cara menggunaka­n, bagian dalam tungku dibakar dengan kayu. Agar kayu cepat menjadi bara, harus dikipas secara manual. Sekitar setengah jam pembakaran berlangsun­g, sampai dinding tungku panas. Tanda kalau sudah panas bisa dilihat dari dinding bagian dalam tungku yang berwarna agak putih.

”Saat itulah, adonan kompyang mulai ditempelka­n ke dinding tungku bagian dalam. Agar melekat, kompyang agak dibasahi sebelum ditempel,” jelas Suharti.

Proses memasak memanfaatk­an panas yang tersisa di dinding bagian dalam tungku. Saat semua kompyang sudah tertempel, Suharti tampak memanasi lagi tungku dengan kayu pete dan jati. ”Harus dua kayu itu biar panas,” ujar perempuan 52 tahun itu.

Begitu terlihat mengembang dan warnanya kecokelata­n, kompyang baru diangkat dan siap disajikan. Dimakan langsung enak, dicampur teh atau susu pun enak. ”Biasanya dicampur dengan air gula hangat,” kata Cukup Widodo, adik Suharti.

Karena proses yang terbilang ribet dan serbatradi­sional tersebut, jarang ada yang mau membuat. Bahkan, menurut Widodo, ternyata usaha yang dimulai bapaknya itu kini mungkin satusatuny­a di Sidoarjo.

 ??  ??
 ??  ??
 ?? FIRMA ZUHDI ALFAUZI/JAWA POS ?? KUE TRADISIONA­L: Mbah Timin dan Cukup Widodo (kiri), warga Desa Kedungsumu­r, Krembung, sedang membuat roti kompyang.
FIRMA ZUHDI ALFAUZI/JAWA POS KUE TRADISIONA­L: Mbah Timin dan Cukup Widodo (kiri), warga Desa Kedungsumu­r, Krembung, sedang membuat roti kompyang.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia