Usul Desain Sudah di Istana
JAKARTA – Desain kolom kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) bagi para penghayat kepercayaan sudah disampaikan ke istana oleh pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kini tinggal menunggu keputusan akhir dari Presiden Joko Widodo
Menurut Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, usulan desain akan dibahas presiden di rapat terbatas (ratas) bersama menteri dan lembaga terkait. Namun, dia belum mendapat informasi waktu pelaksanaan ratas soal kolom agama itu.
Dia menuturkan, pengambilan keputusan melalui ratas diperlukan agar pilihan pemerintah nanti tidak menimbulkan persoalan. Sebab, persoalan kepercayaan merupakan hal yang sensitif.
”Untuk mendapatkan masukan yang komprehensif dari para menteri, maka dibawa ke rapat kabinet terbatas,” katanya di Jakarta kemarin (16/2).
Adapun desain yang diusulkan Kemendagri secara umum tidak berbeda dengan e-KTP sekarang. Perbedaan hanya terdapat pada keterangan kepercayaan. Bagi pemeluk enam agama, desainnya sama dengan e-KTP saat ini. Yakni, Agama: Islam/Kristen/ Hindu/Buddha/Khonghucu.
Namun, bagi penghayat, kata agama di form e-KTP diganti dengan kepercayaan. Adapun keterangannya diisi dengan ”Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, usulan desain itu diambil setelah pihaknya menerima berbagai masukan. Tak terkecuali dari kelompok agamawan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Zudan belum bisa memastikan kapan target dari putusan MK itu direalisasi. ”Saya juga pengin segera,” ucap dia.
Sementara itu, penganut kepercayaan Ugamo bangsa Batak yang juga salah seorang penggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) Arnold Purba mengaku kurang sepakat dengan usulan tersebut. Menurut dia, keterangan agama tidak perlu diubah menjadi kepercayaan.
”Menurut saya, lebih baik tetap, jadi agama titik dua (:) penganut kepercayaan,” ujarnya saat dikontak kemarin.
Dia beralasan, dalam UU Administrasi Kependudukan, keterangan atas kepercayaan warga negara tertulis agama. Hal itu juga sesuai dengan saran yang disampaikan MK dalam putusannya. ”Kalau ditulis bukan agama, dibedain lagi,” ucap dia.