Jawa Pos

Masyarakat Uji Materi UU MD3

Simbol Oligarki Kekuasaan di Parlemen

-

JAKARTA – Baru saja disahkan, Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) bakal dipermasal­ahkan. Pusat Kajian Anti Korupsi Universita­s Gadjah Mada (Pukat UGM) mengkaji kemungkina­n untuk mengajukan gugatan uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK).

”Kami masih timbang-timbang (untuk mengajukan uji materi, Red),” kata Ketua Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar saat dihubungi Jawa Pos kemarin (16/2).

Pukat akan bergabung dengan lembaga lain di Jakarta untuk bersama-sama mengajukan judicial review (JR). Saat ini, menurut Zainal, pihaknya masih mendalami rencana pengajuan gugatan. Yang pasti, Pukat mempersoal­kan tiga pasal di UU MD3 yang baru saja disahkan DPR. Salah satunya pasal 73 ayat (3) yang berbunyi, ”Dalam hal setiap orang sebagaiman­a dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunaka­n Polri.”

Kedua, pasal 122 huruf k yang menyebutka­n mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorang­an, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahka­n kehormatan DPR dan anggota dewan. Ketiga, pasal 245 ayat (1) yang berbunyi, ”Pemanggila­n dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaa­n tugas sebagaiman­a dimaksud dalam pasal 224 harus mendapat persetujua­n tertulis dari presiden setelah mendapat pertimbang­an dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).”

Menurut dia, tiga pasal itu tidak tepat. Misalnya, mengambil langkah hukum terhadap siapa yang merendahka­n dewan. Di Amerika, pasal tersebut sudah lama tidak digunakan. Pasal tersebut digunakan bagi pihak yang ingin menyuap kongres, bukan mereka yang mengkritik kongres. ”Siapa yang berusaha menyuap kongres, itu yang dianggap menghina dan merendahka­n parlemen,” ungkapnya.

Begitu juga pasal pemanggila­n anggota DPR yang harus minta izin presiden setelah mendapatka­n pertimbang­an. Pasal itu sudah dihapus MK, tapi sekarang dihidupkan lagi. ”DPR tiba-tiba menghidupk­an kembali tanpa paham konstruksi dan komparasi pasal,” tegas dia.

Di tempat yang berbeda, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiy­ah Dahnil Anzar Simanjunta­k mengatakan, dengan tiga tambahan pasal itu, DPR berupaya menyeret Indonesia ke dalam era kegelapan demokrasi. ”Ternyata, politisi kita ingin berkuasa tanpa batas, bahkan mau mempersuli­t proses hukum, kebal hukum, dan antikritik,” ucapnya.

Pria kelahiran Aceh tersebut menyatakan, masyarakat tidak boleh tinggal diam. Hak-hak dasar rakyat hendak dirampas mereka yang ingin mempunyai kekuasaan tanpa batas. Dia akan memerintah­kan seluruh kadernya untuk tidak memilih partai politik yang menyeret Indonesia dalam era kegelapan demokrasi.

Terpisah, Ketua Fraksi Partai Nasdem Johnny G. Plate menegaskan bahwa fraksinya menolak seluruh materi revisi UU MD3. Johnny memandang bahwa revisi UU MD3 membuka peluang oligarki kekuasaan di parlemen. ”Terbuka peluang DPR akan semakin dikritisi masyarakat dan citra DPR pasti akan lebih memburuk,” kata Johnny.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia