Pembuat Keripik Tempe pun Bisa Mengekspor Produknya
Suratmi, Aktivis Sosial yang Sukses Memberdayakan Perempuan
Beberapa usaha positif dilakukan Suratmi. Terobosannya pun pernah berbuah penghargaan skala nasional.
DIA seperti halnya ibu rumah tangga biasa. Aktivitasnya setiap hari ialah mengelola toko plastik dan bahan kue miliknya di Kelurahan Warujayeng, Kecamatan Tanjunganom. Yang membedakan Suratmi dengan perempuan lain adalah semangatnya dalam membantu sesama.
’’Sebenarnya niat saya itu bagaimana agar bisa bermanfaat bagi sesama. Buat apa kesuksesan kalau hanya untuk diri sendiri,’’ kata Suratmi membuka pembicaraan tentang kiprahnya memberdayakan warga di beberapa desa di Nganjuk.
Seperti yang dilakukan perempuan berjilbab itu kepada sejumlah perempuan pembuat keripik tempe di Desa Tanjungtani, Prambon, sejak 2016. Melihat usaha yang masih bersifat tradisional, perempuan yang lahir 10 Desember 1969 tersebut berusaha memoles.
’’Yang pertama, saya ajari agar mereka mengolah kedelai menjadi tempe secara higienis,’’ kenang dia.
Setelah pembuatan keripik lebih baik, Suratmi lantas membantu perizinan sepuluh pembuat keripik tempe di sana. Demikian juga halnya dengan pembuatan kemasan yang menarik. Tidak cukup sampai di situ, perempuan berusia 49 tahun itu juga membantu akses pasar ke tingkat internasional.
’’Awalnya produk keripik tempe mereka saya ikutkan pameran di Korea. Alhamdulillah, respons dari Korea bagus,’’ lanjutnya.
Belakangan, Suparmi juga menampung produk keripik tempe warga untuk diekspor ke Korea. Karena usaha keripik baru skala rumahan, Suratmi hanya mampu mengekspor lima kuintal keripik tempe. Padahal, permintaan dari Korea jauh lebih besar.
Keuntungan ekspor keripik tempe tidak hanya dibagi dengan pembuat keripik. Dia menyisihkan sebagian untuk program arisan jamban di Desa Bulurejo, Kecamatan Tanjunganom. Ada tujuh warga yang mengikuti arisan pembuatan jamban sehat tersebut .
Tidak sepenuhnya membebankan dana pembuatan jamban lewat arisan, Suratmi membantu sebagian di antaranya. ’’Misalnya kebutuhan dana Rp 1 juta, saya bantu Rp 250 ribu. Sisanya, Rp 750 ribu, arisan,’’ urainya.
Selain lewat program itu, nama Suratmi dikenal luas di Kelurahan Warujayeng dalam program penanaman belimbing masal pada akhir 2014. Saat itu Suratmi yang juga menjadi anggota Kelompok Nelayan Tani Andalan membagikan sekitar 4.000 bibit belimbing.
Tiap rumah di Warujayeng mendapat dua hingga tiga bibit pohon belimbing. Setelah pembagian bibit, ibu tiga anak tersebut juga mengikutkan sekitar 80 warga untuk melakukan studi banding budi daya belimbing ke Blitar.
Kebetulan, dia memiliki kenalan salah seorang petani belimbing asal Blitar. Dengan bantuan Komunitas Nganjuk Bangkit, Suratmi melakukan sosialisasi kepada warga. ’’Alhamdulillah, sejak 2017 sudah mulai berbuah,’’ tuturnya.
Program yang dirintis beberapa tahun lalu itu sekarang mulai membuahkan hasil. Warga bisa mendapat pemasukan tambahan. Setiap panen mereka mendapat uang Rp 150 ribu hingga Rp 250 ribu.
’’Sekarang mungkin belum banyak. Tahun depan atau dua tahun lagi akan jauh lebih banyak,’’ lanjut dia.
Meski warga binaannya sudah mampu mandiri, Suratmi belum melepas mereka. Setiap ada program pelatihan di Pemkab Nganjuk, dia memintakan kuota untuk perempuan-perempuan binaannya tersebut.
Dengan cara demikian, perempuan dari beberapa desa di Nganjuk bisa terus meng-update pengetahuannya.